BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bank Syariah
Bank syariah adalah suatu bank yang dalam
aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran
dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah.
Pada dasarnya ketiga fungsi utama
perbankan (menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang)
adalah boleh dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsi perbankan
melakukan hal – hal yang dilarang syariah. Dalam praktik perbankan konvesional yang
dikenal saat ini, fungsi tersebut dilakukan berdasarkan prinsip bunga. Bank
konvensional memang tidak serta merta identik dengan riba, namun kebanyakan
praktik bank konvnsional dapat digolonglan sebagai transaksi ribawi.
B. Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional
No
|
Perbedaan
|
Bank Konvensional
|
Bank Syariah
|
1
|
Bunga
|
Berbasis
bunga
|
Berbasis revenue/profit
loss sharing
|
2
|
Resiko
|
Anti risk
|
Risk
sharing
|
3
|
Operasional
|
Beroperasi
dengan pendekatan sektor keuangan, tidak langsung terkait dengan sektor riil
|
Beroperasi
dengan pendekatan sektor riil
|
4
|
Produk
|
Produk
tunggal (kredit)
|
Multi
produk (jual beli, bagi hasil, jasa)
|
5
|
Pendapatan
|
Pendapatan
yang diterima deposan tidak terkait dengan pendapatan yang diperoleh bank
dari kredit
|
Pendapatan
yang diterima deposan terkait langsung dengan pendapatan yang diperolah bank
dari pembiayaan
|
6
|
Mengenal negative spread
|
Tidak
mengenal negative spread
|
|
7
|
Dasar
Hukum
|
Bank
Indonesia dan Pemerintah
|
Al Qur’an. Sunnah, fatwa ulama,
Bank Indonesia, dan Pemerintah
|
8
|
Falsafah
|
Berdasarkan
atas bunga (riba)
|
Tidak
berdasarkan bunga(riba), spekulasi (maisir), dan ketidakjelasan(gharar)
|
9
|
Operasional
|
- Dana
Masyarakat (Dana Pihak Ketiga/DPK) berupa titipan simpanan yang harus dibayar
bunganya pada saat jatuh tempo
- Penyaluran
dan pada sektor yang menguntungkan, aspek halal tidak menjadi pertimbangan
agama
|
- Dana
Masyarakat (Dana Pihak Ketiga/DPK) berupa titipan ( wadi’ah) dan investasi(mudharabah)yang baru akan mendapat hasil
jika “diusahakan“ terlebih dahulu
- Penyaluran
dana (financing) pada usaha yang halal dan menguntungkan
|
10
|
Aspek
sosial
|
Tidak
diketahui secara tegas
|
Dinyatakan
secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam visi dan misi
|
11
|
Organisasi
|
Tidak memiliki Dewan Pengawas
Syariah(DPS)
|
Harus memiliki Dewan Pengawas
Syariah(DPS)
|
12
|
Uang
|
Uang adalah komoditi selain
sebagai alat pembayaran
|
Uang bukan komoditi, tetapi
hanyalah alat pembayaran
|
C. Kritik Terhadat Perbankan Islam
Dari
penjelasan mengenai dual system perbankan syariah, maka terdapat dua kritik yang dapat diutarakan.
Pertama, perbankan syariah belum bisa di harapkan menjadi media pembangunan
bangsa bagi para pengusaha kecil. Mengingatkan terkadang margin yang di berikan
perbankan syariah bagi produk jual beli cukup tinggi, karna besaranya yang
mirip dengan intrest rate. Hal ini tentunya menjadiconstrain bagi pengusaha kecil yang bermodal pas-pasan dengan angunan yang
berat ditambah beban margin yang juga cukup besar. Belum lagi keritik yang
banyak menganggap bahwa perbankan syariah tidak ubahnya dengan leasing yang menjual motor kredit
dengan kredit suku bunga tetap.
Kedua,
konsep bagi hasil perbankan syariah yang menurut penulis juga memiliki
kelemahan. Bayangkan jika produk yang paling banyak digunakan oleh perbankan
syariah adalah bagi hasil maka hanya bank atau UKM-UKM yang sudah masuk ke
sektor formallah yang bisa mengakses produk ini mengingat jasa auditor akan
sangat krusial dalam menentukan besaran bagi hasil yang akan diterima oleh
perbankan syariah.
Ada asimetric information yang akan terjadi jika jasa
auditor tidak digunakan dalam perjanjian bagi hasil ini. Bank syariah tidak
akan tahu informasi atau revenue yang sesungguhnya diterima oleh pengusaha yang mendapatkan dana dari
bank syariah. Dengan banyaknya pengusaha yang terlibat dalam perbankan syariah,
tentu hal ini akan membuat semakin besarnya cost yang harus diberikan bagi pihak
auditor, hal ini tentu mekanisme yang tedak efisien bagi sistem perbankan
syariah.
D. Konsep Perbankan Syariah Negara
Dengan
kritik ini maka saya mencoba membangun sebuah sistem perbankan syariah yang
saya impikan. Ekonomi Islam menganggap bahwa uang sebagaian medium of intermediary. Uang harus diposisikann hanya
sebagai uang, bukan sebagai komoditas yang dapat menghasilkan uang dengan cara
batil. Uang dapat mendapatkan manfaat dengan membelanjakaannya lewat
barang-barang faktor input yang produktif, baru dapat menghasilkan uang melalui
Profit dari capital yang dibelanjakan. Dengan ini, uang sejatinya
memang bersifat media yang memang diciptakan pemerintah untuk mempermudah
jalannya perekonomian. Dengan demikian, seharusnya uang tidak bias tersimpan
begitu saja, malah harus dikenakan pajak bila hal itu terjadi. Uang harus terus
berputar. Menurut Irving Fisher, semakin cepat perputaran uang beredar, tentu
semakin baik bagi perekonomian, dengan asumsi jumlah uang beredar tetap.
Berawal dari sini, maka perbankan syariah haruslah merupakn sebuah institusi
yang menjadi media penyalur bagi orang yang kelebihan uang kepada pengusaha- pengusaha yang memeang
membutuhkannya.
Dengan demikan, tidak patut sebuah perbankan menjadikan peminjam
uang sebagai mesin untuk menghasilkan uang. Namun bagi perbankan untuk
menjalankan aktivitasnya. Hal inilah yang menjadi sulit bagi system perbankan
konvesional. Oleh karena itu, keuntungan tanpa harus menjadi lintah darat
berdasi. Salah satu cara adalah dengan menjadikan bank yang saya sebut Bank Syariah Negara ini menjadi barang public. Dengan statusnyan sebagai institusi
yang mendapatkan gaji dari pemerintah dan gaji dari banker-nya dibiayai lewat
APBN, tentu tidak akan menjadikan mereka bersifat seperti yang biasanya lagi.
Namaun, tentu konsep ini berbeda dengan konsep bank yang pernah
ada di zaman Soeharto dulu yang hanya memberikan kredit kepada kroni-kroninya
saja. Di alam keterbukan seperti sekarang, maka audit bagi perbankan syariah
ini akan menjadi tanggung jawab lembaga independen di luar ajring sperti BPK
(Lembaga Pengawas Keuangan), KPK (Komisi Pemberantas Korupsi), dan dibawah
control langsuung dari Bank Indonesia. Bank tetaplah bersifat bank dan
memberikan kredit tanpa bunga khusus bagi UKM- UKM bermodal kecil sehingga
BSN(Bank Syariah Negara) bias menjadi agen perubahan bagi perekonomian bangsa.
Dengan demikian tentu kredit tanpa bunga ini akan menberikan kemudahan bagi
pihak swasta.
Lantas pertanyaannya, apakah BSN akan merugikan bagi Negara
mengingat tidak ada imbal jasa bagi Negara karena tida mendapatkan riba? Hal
ini tentu saja tidak masalah, justru Negara akan semakon diuntungkan dengan
keberadaan bank syariah ini. Pertama BSN akan menjadi salah satu perpanjangan
tangan bagi petugas pajak untuk melebrkan sayapnya. Dengan dibangunnya
perbankan ini, maka bank akan dapat mendata siapa saja nasabah yang belum
mepunyai NPWP ketika individu ini berinteraksi dengan BSN.
Kedua, dengan adanya perbankan ini, maka pemasukan Negara dari
pajak akan meningkat. Mengingat UKM yang meminjam akan dibelanjakn uangnya
untuk barang modal serta menambah kapasitas produksi. Pajak yang akan diterima
Negara dapat meningkat, baik dari pajak pertambahan nilai (PPN) maupun pajak
penghasilan (PPh) akibat pertabahan pendapatan yang diterima pengusaha sehinnga
kapasitas produksinya semakin meningkat. Dengan pertambahan pendapatan pajak
ini tentu akan meningkatkan APBN Negara dan akan menambah kapasitas kemampuan
BSN untuk menyalurkan kredit lewat pertumbuhan pendapatan Negara.
Ketiga, perbankan syariah akan menjadi tulang punggung bagi UKM
untuk biasa bertransformasi menjadi perusahaan yang memasuki sector formal
tanpa beban bunga. Walaupun tanpa bunga, BSN ini tetaplah sebuah bank yang
memberikan kredit sesuai dengan prinsip- prinsip perbankan. Pemilihan perusahaan
yang mendaptakan dana tabaru’ ini haruslah UKM- UKM yang potensial dan bisa
sebanyak – sebanyaknya menciptakan lapangan pekerjaan yang memang tujuan
pemerintah.
Secara simple, system perbankan syariah Negara
dapat dijelaskan dengan bagan di bawah ini:
Gambar 2.1 Sistem Perbankan Syariah Indonesia
Dari bagan 2.1
dijelaskan bahwa perbankan syariah ini dapat menjadi alat bagi pemerintah untuk
menigkatkan kesejahteraan UKM. Sumber modal dari perbankan syariah ini ada dua. Pertama, pemerintah dapat
menambah modal bank ini dengan memberikan uang yang berasal dari pertumbuhan
pendapatan pajak, tetapi bukan merupakan anggaran tetap . semakin tinggi
pertumbuhan pajak, maka akan semakin besar uang yang dapat dikapitalisasi untuk
merangsang masyarakat dengan memberikan bonus juga melalui pembobotan dari
pertumbahan APBN. Semakin besar uang yang akan ditransfer pemerintah bagi
masyrakat.
Kunci sukses dari system
ini adalah bagaimana pemerintah mau untuk mengeluarkan kepentinganya dari BSN
yang terbentuk nantinya. Jajaran direksi maupun manager harus merupakan system
management yang bebas dari intervensi pemerintah. Oleh karena itu,
pegawai bank ini bukan seperti pegawai negeri kebanyakan. Harus adatarget
pencapaian untuk BSN, seperti peningkatan pertumbuhan pajak. Sebagai indicator
kesuksesan BSN. Profesioanalisme merupakan syarat mutlak untuk system ini agar
dapat terus berlangsung.
Dengan system seperti
inilah, maka uang dapat kita tepatkan hanya sebagai uang. Uang hanya merupakn
sebuah alat tukar, bukan sebagai komoditas yang diperujual-belikan yang selama
ini terjadi di system perbankan konvesional. BSN akan menjamin UKM dapat
meminjam tanpa kelebihan sedikit pun dan memang karena itu dibangun. Sifat BSN
yang merupakan bank islam tetap harus mengedepankan nilai – nilai islam yang
luhur dalam menyalurkan kredit tabaru’-nya kepada masyrakat.
E. Konsep Dasar
Transaksi
1. Efisiensi, mengacu pada prinsip saling menolong
untuk berikhtiar, dengan tujuan mencapai laba sebesar mungkin dan biaya yang
dikeluarkan selayaknya.
2. Keadilan, mengacu pada hubungan yang tidak
menzalimi (menganiaya) , saling ikhlas mengikhlaskan antar pihak – pihak yang
terlibat dengan persetujuan yang adil tentang proporsi bagi hasil, baik untung
maupun rugi.
3. Kebenaran, mengacu pada prinsip saling
menawarkan bantuan dan nasehat untuk saling meningkatkan produktivitas.
Lima transaksi yang lazim dipraktekkan perbankan syariah
adalah:
1. Tarnsaksi
yang tidak mengandung ribal.
2. Transaksi
yang ditujukan untuk memiliki barang dengan cara jual beli(murabaha)
3. Transaksi
yang ditujukan untuk mendapatkan jaa dengan cara sewa(ijarah)
4. Transaksi
yang ditujukan untuk mendapatkan modal kerja dengan cara bagi hasil
(mudharabah)
5. Transaksi
deposito, tabungan, giro yang imbalannya adlah bagi hasil (mudharabah) dan
transaksi titipan(wadi’ah).
F. Produk Perbankan Syariah
Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi
tiga bagian yaitu:
1. Produk penyaluran dana
a.
Prinsip Jual Beli (Ba’i),
Transaksi jual beli dibedakanberdasarkan bentuk pembayarannya dan
waktu penyerahan barang, seperti:
·
Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya.
Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual
adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan
dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama
berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan
dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini
barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara
tangguh.
·
Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana
barang yang diperjualbelikan belum ada. Dalam praktik perbankan, ketika barang
telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada nasabah itu
sendiri secara tunai atau secara angsuran. Umumnya transaksi ini diterapkan
dalam penbiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi dijual
kembali secara tunai atau secara cicilan.
·
Istishna
Produk istishna menyerupai produk salam,
namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa
kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan
manufaktur dan kontruksi. Ketentuan umum Istishna sebagai berikut :
Spesifikasi barang pesanan harus jelas,
seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlah. Harga jual yang disepakati
dicantumkan dalam akad Istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi
perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap
ditanggung nasabah.
b. Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada
dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaanya
terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah
barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang
disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahiya nittamlik (sewa
yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal
perjanjian.
c. Prinsip
Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan
pada prinsip bagi hasil adalah:
·
Musyarakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak
atau lebih dimana secara bersama – sama memadukan seluruh bentuk sumber daya
baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Bentuk kontribusi dari pihaki yang
bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset),
kewiraswastaan (entrepreneurship), keahlian (skill), kepemilikan (property),
peralatan (equipment), atau intangible asset( seperti hak paten atau goodwill),
kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang – barang lainnya yang dapat
dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentu kontribusi
masing – masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini
sangat fleksibel.
·
Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak
dimana pemilik modal mempercayakan seju7mlah modal kepada pengelola dengan
suatu perjanjian pembagian keuntungan.Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan
kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola. Beberapa
ketentuan umum mudharabah adalah;
1.
Jumlah modal y6ang diserahkan
kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai;
2.
Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan
mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara: perhitungan dari pendapatan
proyek (revenue sharing) dan perhitungan dari keuntungan proyek (profit loss
sharing).
3.
Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan
dalam akad pada setiap bulan atau waktu yang disepakati.
4.
Bank berhak melakukan pengawasan terhadap
pekerjaan, namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.
d.
Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga
akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan,
namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembayaran. Meskipun tidak
ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini diperbolehkan
untuk meminta pengganti biaya – biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad
ini. Besarnya pengganti biaya ini sekadar untuk menutupi biaya yang benar –
benar timbul.
Ø Hiwalah ( Alih
Utang Piutang)
Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang
piutang. Dalam praktik perbankan syariah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk
melanjutkan suplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya.
Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
Ø Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah memberikan jaminan
pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang
digadaikan wajib memenuhi kriteria sebagai berikut :
a)
Milik nasabah sendiri,
b)
Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan
berdasarkan nilai riil pasar,
c)
Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan
oleh bank.
Atas izin bank, nasabah dapat menggnakan
barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak
barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka
nasabah harus bertanggungjawab.
Ø Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh
dalam perbankan biasanya dalam empat hal yaitu:
a)
Sebagai pinjaman talangan haji, diman nasabah
calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya
perjalanan haji.
b)
Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari
produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik
uang tunai melalui8 bank (ATM). Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang
ditentukan.
c)
Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, di
mana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan
pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
d) Sebagai
pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk
memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan
mengembalikannya secara angsur melalui potongan gajinya.
Ø Wakalah (Perwakilan )
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi
apabila nasabah memberikan kuasa pada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit), inkaso dan
transfer uang.
Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad
pemberian kuasa harus cakap hukum. Khusus untuk pembukuan L/C, apabila dana
nasabah tidak cukup, maka penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat dilakukan
dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyarakah.
Ø Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan
untuk mrnjamin suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah
untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahnb. Bank dapat
pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti
biaya atas jasa yang diberikan.
2. Produk Penghimpunan Dana
Penghimpunan
dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Prinsip
operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah
prinsip wadi’ah dan mudharabah.
a. Prinsip Wadi’ah
Ketentuan umum dari produk ini adalah :
o Keuntungan
atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank,
sedang pemilik dana tidak dijanjikan imabalan dan tidak menanggung kerugian.
Bank dimungkinkan memberi bonus kapada pemilik dana sebagai suatu insentif
untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
o Bank harus
membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang
disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat
memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
o Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat
mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekadar menutupi biaya yang benar
– benar terjadi.
o Ketentuan – ketentuan lain yang berkaitan dengan
rekening giro dan tabungan berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
b. Prinsip Mudharabah
o
Mudharabah Mutlaqah
Penerapan mudharabah
mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis
penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharaba dan deposito mudharabah.
Berdasarkan prinsip ini, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana
yang dihimpun.
o
Mudharabah Muqayyadah on
Balance sheet
Jenis mudharabah ini
merupakan simpanan khusus (restricted investment) di mana pemilik dana dapat
menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi bank. Misalnya
disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, disyaratkan digunakan deangan akad
tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.
o
Mudharabah Muqayyadah
off Balance sheet
Jenis mudharabah ini
merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, di
mana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan
antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan
syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh bank dalam mencari kegiatan
usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya.
c. Akad Pelengkap
o
Wakalah (perwakilan)
Dalam aplikasi
perbankan, wakalah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk
mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer
uang.
3. Jasa Perbankan
a. Sharf (Jual
Beli Valuta Asing)
Pada prinsipnya, jual beli valuta asing
sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini
penyerahannya harus dilaksanakan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil
keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
b. Ijarah (sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain
penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana
administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
E. Keunggulan Bank
Syariah
1. Dengan adanya negosiasi antara pihak nasabah
dengan pihak bank, tercapai suatu hal yang saling menguntungkan.
2. Dengan prinsip bagi hasil, jika perusahaan ingin
menaikkan usahanya namun kekurangan modal, maka dapat mengajukan kredit dengan
baik, sehingga dapat menerima modal dan juga resiko yang ada lebih rendah
daripada dengan pinjaman kredit biasanya.
3. Dapat mendorong para pengusaha kecil untuk
mengembangkan usahanya dengan baik, dengan adanya bantuan dari pihak bank.
4. Resiko
kerugian lebih kecil dengan menggunakan prinsip ini. Karena apabila mengalami
kerugian, maka dibagi menurut perjanjian yang dibuat.
5. Pihak bank
akan mendapatkan banyak nasabah dengan menggunakan prinsip ini, karena adanya
kemudahan – kemudahan (misalnya tanpa agunan) yang diberikan oleh bank dan juga
akan menaikkan keuntungan yang besarnya sesuai dengan perjanjian yang
dilakukan.