K
|
ana berjalan menuju sekolahnya, dia memeluk buku pelajaran.
Tidak sengaja seorang cowok menabraknya hingga buku-bukunya jatuh dan
berserakan dijalan, bukannya meminta maaf cowok itu malah berlalu begitu saja.
Kana menghela nafasnya, tidak lama Ai teman sebangkunya
membantu Kana mengambil buku-buku nya.
“Aih, dasar dia itu bukannya minta maaf malah pergi gitu aja!”
omel Ai yang melihat kejadian itu dari belakang.
“Sudah, mau gimana lagi toh dia emang begitu” Kana tersenyum
sambil bangun dan menepuk-nepuk rok nya yang kotor.
“Kau semangat sekali, pasti karena nilai mu berada diperingkat
teratas lagi kan?” Ai tersenyum.
Aku tertawa kecil, “Entahlah, banyak saingan disekolah ini”.
Setiap jalan yang Kana lewati semua siswa dan siswi memandang
kearahnya dengan kagum. Bagaimana tidak Kim Kana adalah siswa terpintar
disekolahnya, dia juga memiliki paras yang cantik dan ramah pada siapa saja.
Berbeda dengan cowok yang menabraknya tadi, namanya Lee Shin.
Dia berada diperingkat paling bawah, hobinya berkelahi dan membuat onar
disekolah, bahkan katanya dia ketua geng disekolah ini dan beberapa sekolah
diwilayah tertentu sudah dia kuasai. Bisa dibilang Lee Shin adalah mafia cilik,
Shin merupakan siswa pindahan dari sekolah daerah, dia pindah saat kelas satu
semester akhir.
Diperpustakaan Kana sedang mencari buku matematika untuk kelas
tiga, tiba-tiba saja Shin mengambil buku yang dicarinya. Mata mereka bertemu
dan saling bertatapan, “Kenapa?” bentak Shin.
Kana mengkerut, dia tidak mau mencari masalah dengan
berandalan disekolahnya itu.
Shin berjalan melewatinya, menyenggol pundak Kana dengan
keras.
Kana hanya mengigit bibir bawahnya, dia juga heran kenapa Shin
mengambil buku kelas tiga, padahal mereka berdua masih kelas dua.
Kana memandang kearah Shin yang duduk dikelilingi
teman-temannya yang super berandal. Pandangan mereka bertemu Kana mengalihkan
pandangannya, dia pura-pura mengobrol dengan Ai dan teman-teman lainnya.
Shin tersenyum misterius kearah Kana.
Dilaboratorium Kana dan teman-temannya duduk bersiap melakukan
penelitian kimia, guru masuk dan menyuruh mereka memakai kacamata demi
keamanan.
Guru membagi kelompok dan musibah datang ketika Kana harus
satu kelompok dengan Shin dan dua teman Shin yang super berandalan.
“Pak! Kenapa Kana dengan mereka?” protes Ai.
Guru melihat kearah Kana dan tiga orang kelompoknya, “Ah
benar, dia perempuan sendirian bagaimana kalau kamu ikut sekelompok
dengannya!”.
Wajah Ai langsung pucat begitu melihat kelompok Kana yang
berisi para super berandal.
“Tidak apa-apa Ai” kata Kana berbisik, Shin memperhatikan dua
bersahabat itu.
Sepanjang penelitian Kana hanya bekerja sendiri, dia
mencampur, mengaduk juga menulis reaksi kimia sendiri.
Tiba-tiba saja teman Shin memegang tabung berisi soda, “kalau
ini dicampur bagaimana?” dengan polos bercampur bodoh cowok itu mencampur soda
kedalam cairan kimia yang dibuat Kana.
“JANGAN!!!” teriak Kana, sambil menarik teman Shin itu
menjauhi meja penelitian mereka.
DUAR!!!
Tabung penelitian meledak, pecahan kaca melayang terkena pipi
dan tangan Kana yang tidak terlindung baju lab.
Guru langsung berlari mendekat, “Kalian ga apa-apa?”.
Asap dari reaksi kimia membumbung tinggi.
Kana melepas kacamatanya memarahi sibodoh “Kamu mau bunuh
diri?!!!” bentak Kana emosi.
Cowok itu terlihat shock, ketika sadar dia telah diselamatkan
Kana.
Darah mengalir dari pipi Kana yang terkena pecahan kaca.
“Kana… kamu ga apa-apa?” Tanya Ai panic melihat darah dipipi
dan tangan Kana.
Kana mengusap darah dipipinya, “Hm.. luka kecil”.
Ai mendorong teman Shin itu lalu menarik Kana ke UKS.
Shin melihat Kana hingga menghilang dari balik pintu.
Guru kimia langsung memarahi Donghae, cowok yang mencampur
bahan kimia dengan soda. Mereka bertiga dihukum untuk membersihkan laboratorium
setelah pelajaran.
“Untung saja ledakannya kecil” omel Ai sambil melihat suster
UKS mengobati tangan dan pipi Kana.
Kana tersenyum, “Sudahlah, yang penting semuanya tidak ada
yang terluka”.
Ai gemas melihat temannya itu, “Karena kamu terlalu baik,
makanya mereka seenaknya begitu!” bentak Ai.
Dibalik pintu UKS yang tertutup Shin berdiri mendengar
percakapan mereka berdua.
Sepulang sekolah Kana memasuki rumahnya, “Aku pulang!” teriak
Kana.
Diruang tamu ada dua orang tamu, ayah dan ibu langsung
menyuruh Kana menghampiri mereka.
“Perkenalkan ini Kana, anak perempuan saya” ucap Ayah pada
seorang pria yang seumur dengannya serta seorang wanita yang terlihat seperti
istri dari pria itu.
“Salam kenal, saya Kim Kana” ucapku sopan.
Suami istri itu langsung tersenyum, “Dia adalah Tuan Lee San E
dan Nyonya Lee Sora, bos ayahmu” bisik Ibu sambil tersenyum.
Aku membungkuk memberikan hormat dan salam.
“Wah, sopan dan cantik” puji Tuan Lee.
Nyonya Lee memperhatikan seragam Kana, “Kamu bersekolah di Tae
Rang Academy?” Tanya Nyonya Lee.
Kana tersenyum, “Iya” jawab Kana.
Tuan dan Nyonya Lee saling berpandangan, “Kelas berapa?” Tanya
Nyonya Lee lagi.
“Kelas 2-A” jawab Kana.
Mereka berdua langsung tersenyum.
“Kana peringkat satu disekolahnya, sekarang dia sudah
mendapatkan tawaran untuk masuk universitas di amerika dan inggris” ucap Ibu membanggakan
anaknya.
“Oh… benarkah!” ucap Nyonya Lee terkejut.
“Senangnya memiliki anak yang sopan dan pintar seperti ini”
Tuan Lee tertawa kecil.
“Aku juga memiliki putra seumuran Kana, dia juga bersekolah di
Tae Rang Academy” kata Nyonya Lee pada akhirnya.
Nyonya Lee, dia ingin Kana untuk mengajar anaknya, karena
anaknya adalah pewaris satu-satunya perusahaan, maka Nyonya Lee ingin anaknya
itu pintar seperti Kana.
“Mengajar Les?” ucap Kana terkejut.
Ibu mengangguk, “Nyonya Lee ingin kamu mengajar anaknya”.
Kana mengerutkan keningnya, “Kalau ketahuan sekolah aku bisa
dikeluarkan ibu”.
Ibu tersenyum, “Tidak akan ada yang tahu, kamu mengajar
dirumahnya juga hanya 2-3 jam”.
Kana merengut, tidak setuju.
“Nyonya Lee juga akan membayarmu $1.000 setiap pertemuan” bujuk
Ibu.
Kana menghembuskan nafasnya, “Okay, jika aku menolak bisa-bisa
ayah juga dipecat”. Kana ingat ayahnya baru saja mendapatkan promosi kenaikan
jabatan.
Sepulang sekolah Kana berjalan menuju rumah keluarga Lee,
Nyonya Lee membukakan pintu dan menyambutnya.
“Masuk Kana!” sambut Nyonya Lee ramah.
Kana tersenyum memasuki rumah yang halamannya saja seperti
lapangan sepakbola, Nyonya Lee bercerita kalau anaknya dulu sangat pintar tapi
semenjak masuk Tae Rang Academy nilainya jadi merosot.
Kana disuruh menunggu dikamar anaknya, tidak ada satupun foto
dikamar itu sehingga Kana tidak tahu bagaimana wajah muridnya itu nanti.
Setahu Kana anak Tuan dan Nyonya Lee adalah teman satu
sekolahnya.
Keributan terjadi diluar kamar, Kana menciut. Anak Nyonya Lee
tidak mau mengikuti les, tiba-tiba saja Shin berdiri diambang pintu.
Kana terkejut, dia menggigit bibir bawahnya untuk menahan
keterkejutannya.
Shin menutup pintu ketika Nyonya Lee hendak masuk kedalam
kamar.
“Shin… Buka pintunya!” Teriak Nyonya Lee dari luar pintu.
Shin menatap kesal kearah Kana.
“Ternyata kamu” ucap Shin dingin.
Kana menelan ludahnya, lidahnya terasa kelu. Dia tidak
menyangka muridnya itu adalah Shin, dari sekian banyak nama Lee kenapa Shin
harus menjadi muridnya.
Shin berdiri angkuh dihadapan Kana, “Apa kamu kekurangan
uang?” Tanya Shin.
Kana menatap Shin yang merendahkannya, dia takut tapi sekarang
Shin adalah muridnya.
Kana membuka buku soal latihan, “Pelajaran apa yang nilai mu
jelek?” Tanya Kana.
Shin masih menatap Kana dengan dingin, kemudian dia berjalan
kearah meja belajarnya, mengambil sesuatu dari dalam laci dan melemparkan kartu
hasil ujian tengah semester keatas meja.
Semua nilai berwarna merah kecuali olahraga.
Kana mengerutkan keningnya, dia ini bodoh atau bagaimana,
kenapa semua nilai berwarna merah?.
Shin berjongkok dihadapan Kana, dia memperhatikan ekspresi
Kana yang seperti menertawakan dirinya.
Kana menatap Shin yang berada dihadapannya, dia menarik nafas.
“Kita mulai dari bahasa” ucap Kana sambil membuka buku soal
latihan.
Shin malah berjalan kearah tempat tidurnya, “Pulanglah,
kepalaku pusing. Aku tidak mau belajar!”.
Shin merebahkan dirinya keatas tempat tidur.
Kana menarik nafasnya, berusaha untuk bersabar, kemudian dia
mengambil guling disebelah Shin dan memukul cowok itu.
“Hei!!!” teriak Shin kaget bercampur marah.
Kana melotot, matanya yang besar dan cantik itu terlihat
seperti mata kelinci ketika melotot, Shin menahan tawanya melihat ekspresi yang
lucu bukannya menakutkan.
“Hanya tiga jam belajar, sehabis itu terserah kamu mau apa!”
bentak Kana sok berani, padahal dalam hatinya dia begitu takut kalau-kalau Shin
berbuat kasar padanya.
Shin yang tidak tega melihat Kana akhirnya menurut, dia
berjalan menuju meja belajar.
Kana memberikan buku latihan soal, “Waktumu dua jam untuk
mengerjakan ini”.
Shin mengambil pensil, dia membaca dengan serius tiap soal
kemudian menjawabnya.
Kana menghela nafas, bersyukur Shin bisa nurut padanya.
Belum ada dua jam Shin memberikan latihan soalnya.
Kana memeriksa tiap jawaban Shin, keningnya berkerut melihat
tiap jawaban Shin semuanya salah.
“Apa sinonim dari abrasi?” Tanya Kana pada Shin.
Shin hanya menaikkan dua bahunya, “Kamu bilang aku hanya perlu
mengisi itu, ya sudah aku isi”.
Kana memejamkan matanya, berusaha menahan emosi. “Tapi tidak
begini cara menjawabnya!”.
Shin melihat kearah jam dindingnya, “Sudah tiga jam, kamu bisa
keluar sendirikan aku mengantuk”. Shin berjalan menuju tempat tidurnya.
Begitu keluar dari kamar Shin, Nyonya Lee menanyakan bagaimana
lesnya. Kana menggeleng lesu, “Jangan putus asa ya Kana!” ucap Nyonya Lee
memberikan semangat, Kana tersenyum melihat sikap Nyonya Lee yang begitu ramah
dan menyenangkan.
Disekolah Kana menulis soal untuk anak SMP, harusnya bila dia
SMA bisa mengerjakannya, Kana memutuskan untuk mengajari Shin dari yang mudah
dulu.
“Sedang apa Kana?” Tanya Ai penasaran, dia melihat catatan
soalku.
“Ini soal untuk anak SMP kan?” Tanya Ai lagi.
Aku menoleh kearah Shin yang asik bercanda dengan dua
temannya.
“Aku mengajari sepupuku yang masih SMP” jawabnya berbohong
pada Ai.
“Kamu kerja?” bisik Ai kaget.
Kana menggeleng, “Tidak, aku hanya membantunya saja”.
Shin berjalan dibelakang Kana, “Sinonim abrasi adalah
pengikisan” kata Shin.
“Hah!!! Kamu ngomong apa?” Tanya Donghae pada Shin.
Kana tersenyum mendengar ucapan Shin barusan, tandanya Shin
diam-siam serius belajar. Ai memperhatikan Kana, seakan ada yang disembunyikan
sahabatnya itu.
Pelajaran olahraga Shin dan teman-temannya bermain basket, dia
mencetak angka paling banyak, semua murid perempuan berteriak menyemangati
Shin.
Sementara Kana dan Ai berlatih senam ritmik, mereka berdua
akan mengikuti kompetisi antar sekolah diajang olahraga pelajar nasional.
Kaki Ai tiba-tiba kram, Kana menangkap sahabatnya itu sebelum
jatuh kelantai. “Ah… makasih Kana” ucap Ai, dengan wajah cemas sekaligus sedih.
Kana membuka kaus kaki Ai, kaki Ai terlihat bengkak, ini bukan
keseleo biasa. “Sejak kapan?” Tanya Kana pada Ai.
Ai hanya menunduk, dia tidak ingin memberi tahu Kana, kalau
guru tahu bisa-bisa dia tidak ikut pertandingan. Impian Ai adalah menjadi atlit
di cabang senam dan atletik.
“Ai!!” bentak Kana marah.
“Seminggu lalu” ucap Ai sambil meringis.
“Ini harus langsung diobati Ai, apa kamu tidak ingin ikut
kompetisi?” Tanya Kana emosi.
Ai menangis, selama ini dia hanya menempelkan koyo dan meminum
obat penahan rasa sakit.
“Tolong… ada yang bisa membantuku!” teriak Kana pada
teman-temannya, tapi mereka malah asik menonton Shin yang berlatih basket.
Kana menghembuskan nafas, “Kamu bisa berdiri?, aku bantu ke
UKS”.
Ai berusaha berdiri, Kana menyangganya. Mereka berjalan hingga
kepintu ruang olahraga, tiba-tiba saja Ai akan terjatuh, disaat yang bersamaan
Shin menangkap tubuh Ai dan langsung mengangkatnya.
Kana terdiam melihat Ai yang sudah berada digendongan Shin,
Shin yang berjalan didepan Kana langsung berhenti begitu tahu Kana tidak
mengikuti mereka.
“Ayo cepat, temanmu berat!” bentak Shin pada Kana.
Kana berlari kecil menyusul Shin dan Ai, sementara didalam
gendongan Shin jantung Ai berdegup kencang.
Diruang UKS kaki Ai diperiksa oleh suster UKS, “Untung
langsung diobati, kalau tidak kamu bisa batal bertanding untuk turnamen” ucap
suster pada Ai.
Kana berdiri disebelah Shin, Ai menatap kearah Shin yang akan
keluar ruangan “Shin!” panggil Ai.
Shin berbalik.
“Thanks” ucap Ai sambil tersenyum, Shin hanya mengangguk cuek
kemudian keluar dari UKS.
Kana tersenyum, setidaknya dia sekarang tahu Shin tidak
sejahat apa yang digossipkan.
Dikamar Shin, Kana memberi soal yang dia buat tadi.
Kali ini Shin yang mengerutkan keningnya, “Apa ini soal anak
SMA?”.
“Hm.. itu soal untukmu, apa masih susah?” Kana menatap wajah
Shin yang terlihat bingung.
“Aku tidak mau mengerjakan soal ini” Shin mendorong buku Kana.
Kana menghembuskan nafasnya, cowok didepannya ini sangat manja
seperti anak kecil, “Dasar anak kecil” gumam Kana yang ternyata terdengar oleh
telinga super Shin.
“Apa?” Tanya Shin.
Kana tersenyum sambil menggeleng.
Shin memejamkan matanya, dia mengambil buku soal yang Kana
berikan kemarin.
Shin membuka soal matematika, “Itu mungkin susah bagimu” kata
Kana meremehkan.
Shin mengerutkan keningnya lagi, dia jadi memiliki ide.
“Kalau aku bisa mengerjakan semua dengan benar, Apa kamu bisa memberiku
hadiah?” Ucap Shin.
Kana memutar matanya, berpikir. Dalam prinsip sumber daya
manusia, manusia harus diberikan imbalan agar tercipta motivasi.
“Ok” Kana menyetujui ucapan Shin.
Shin langsung mengambil pensil dan mengerjakan soal itu dengan
serius, sama dengan ekspresinya kemarin.
Kana membaca buku yang dia pinjam diperpustakaan sambil
menunggu Shin menyelesaikan soal.
Sama seperti kemarin belum dua jam Shin menyerahkan
jawabannya, dan Kana mulai memeriksa, kali ini jawaban Shin benar semua. Kana
mengerutkan keningnya, heran. Wajar, tidak ada satu soalpun yang salah, Kana
curiga Shin memiliki kunci jawaban soal-soal ini, tapi langkah dan rumus-rumus
yang dia gunakan benar.
“Apa hadiah yang kamu mau?” Tanya Kana.
Shin tersenyum puas, dia mengacungkan tiga jarinya “Tiga
permintaan yang harus kamu patuhi”.
Kana tersenyum kecil, “Okay” asal tidak menjadi budaknya saja,
Kana menyetujui hadiah yang diminta Shin.
“Besok sepulang sekolah ikutlah aku!” senyum Shin begitu
misterius.
Mendadak bulu kuduk Kana merinding, siapa sebenarnya Shin
ini?.
Bila dia mampu mengerjakan semua soal itu tanpa kesulitan
kenapa nilainya merah semua, dikamar Kana memandang kartu hasil ujian Shin.
Kana terbangun, dia menyadari ada yang salah dari kartu itu,
nilainya sepuluh – dua puluh, mengulang seperti itu dan hanya nilai olahraganya
yang sempurna.
Keesokan harinya sepulang sekolah Shin menunggu Kana ditempat
parkir sekolah.
“Motor?” Tanya Kana.
Shin tersenyum, “Apa kamu berharap aku membawa mobil?” ejek
Shin sambil menyodorkan helm pada Kana.
Kana memakai helm tapi dia ragu naik keatas motor, “Tunggu
apa?” Tanya Shin.
Pada akhirnya Kana naik juga keatas motor Shin, motor melaju
kemana hanya Shin yang tahu.
Mereka sampai dibawah jembatan, disana sudah ada dua teman
Shin dan beberapa orang yang Kana tidak kenal.
Mata Kana tertuju pada sosok cewek yang berlari kearah Shin,
mungkin cewek itu tidak mengenal Kana karena masih memakai helm.
“Siapa itu?” Tanya Ai manja pada Shin.
Shin menyuruh Kana turun dari motornya, Kana turun sambil
terus melihat Ai.
“Shin, apa aku kurang menarik? Kenapa kamu bawa cewek lain
kesini?” oceh Ai yang masih belum menyadari kalau Kana yang berdiri
dihadapannya.
Shin hendak membuka helm Kana, tapi Kana menahannya. Dia
memegang erat Helm itu, “Apa kamu mau memakai benda ini terus menerus?” Tanya
Shin pada Kana.
Kana menatap Shin, yah memang hanya mata Kana saja yang terlihat
ketika memakai helm, “Apa mau mu?” Tanya Kana sinis pada Shin.
Shin tersenyum, “Memperlihatkan kenyataan” jawab Shin.
Pada akhirnya Kana tetap memakai helmnya walau itu membuatnya
gerah, dia terus meihat Ai yang menempel pada Shin.
“Kenapa dia?, ada apa dengan kepalanya?, pasti dia lebih jelek
dari aku sehingga malu untuk membuka helm!” oceh Ai, Ai bergelayut dilengan
Shin.
Dengan sopan Shin melepas tangan Ai, “Jangan menyentuhku”
ancam Shin. Ancaman itu membuat Ai semakin bersemangat, tidak tahan melihat
sahabat nya seperti itu Kana pergi dari tempat itu, berlari menjauh menuju
kearah jembatan.
Semua orang melihat kearahnya, “Hei, jika pergi setidaknya
lepas helm mu!” teriak Shin.
Kana tidak mempedulikan ucapan Shin, dia malah berlari semakin
cepat.
Shin mengejarnya, Ai hanya terdiam sebal melihat Shin berlari
mengejar cewek berhelm.
“Apa dia pacar Shin?” Tanya Ai pada Donghae.
Donghae menggeleng, “Sepertinya bukan, Oh ya… mana nomor HP
Kana? Katanya kamu mau kasih hari ini” Donghae menagih janji Ai.
Ai mencibir, “Jangan mengharap, Kana itu ga pantes buat kamu!”
ejek Ai yang ditertawakan semua orang disitu.
Sejak hari dimana Shin menggendongnya ke UKS, Ai mulai
menyukai Shin, dia bahkan mengikuti geng super berandal disekolahnya agar bisa
dekat dengan Shin.
Kana mencegat taksi, tangannya melambai-lambai tapi tidak ada
satu taksi pun yang berhenti hingga Shin menariknya, “Kau bodoh?, ini jalan Tol
mana ada taksi berhenti!” bentak Shin.
“Kalau begitu antar aku pulang!” bentak Kana tidak mau kalah.
Shin memejamkan matanya, “Tunggu disini, aku ambil motor
dulu”.
Shin berlari menuju kearah teman-temannya untuk mengambil
motor, sementara Kana yang shock hanya bisa terduduk ditepi jalan raya.
Sebuah taksi berhenti, “Nona… kamu ga apa-apa? Mau kemana?”
Tanya supir taksi terlihat cemas.
“Bisa antar saya pulang pak?” kata Kana sambil menahan tangis.
“Masuklah, kearah mana?” suruh supir taksi.
“Cheongdamdong…” ucap Kana sambil memasuki taksi, dia melepas
helm dan membuangnya kejalan.
Shin hanya menemukan helm Kana, dia tidak punya nomor HP Kana.
Shin menuju kearah Ai yang daritadi mengoceh, “Pinjam HP mu” kata Shin.
Melihat raut wajah Shin yang serius Ai hanya menurut tanpa
menanyakan alasannya, Shin melihat di dial speed, ‘Pecundang Kim Kana’ nama
Kana diHP Ai, Shin mengerutkan keningnya dia menekan nomor itu.
Didalam taksi Kana melihat HP nya yang terus berbunyi, dia
mensilent HP, memasukkannya kedalam tas.
“Kamu bertengkar dengan pacarmu?” Tanya supir Taksi.
Kana hanya terdiam.
“Diturunkan ditengah jalan Tol seperti itu, pacarmu
benar-benar keterlaluan” ucap supir taksi yang sepertinya salah paham, tapi
Kana juga enggan untuk membenarkan.
Disekolah, baru kali ini Kana datang sedikit terlambat,
sebelum bel berbunyi dia duduk dibangkunya. Ai mengoceh tentang kursus bahasa
inggrisnya semalam, padahal Kana tahu pasti semalam, Ai berada dimana.
“Kana kamu diam saja!” tegur Ai, Kana hanya tersenyum.
Shin masuk kedalam kelas, matanya langsung tertuju pada sosok
Kana.
Kana membuang wajahnya, dia tidak ingin melihat Shin. Sebelum
Shin menegur Kana, wali kelas datang.
“Kim Kana, selamat tahun ini kamu terpilih lagi menjadi siswa
teladan disekolah” puji walikelas.
Kana tersenyum, semua murid dikelas memuji Kana.
Shin memandang kearah Kana, senyumnya tidak seperti dulu.
Pelajaran dimulai, Kana memfokuskan dirinya hanya pada
pelajaran hingga bel berbunyi, sebelum Ai mengajaknya ke kantin Kana
mengungkapkan kalau dia ingin mengembalikan buku ke perpustakan.
Diperpustakan Kana menaruh buku yang sudah dia pinjam di meja
penjaga perpustakaan.
Setelah selesai, Shin tiba-tiba menarik tangan Kana, “Lepas!”
ucap Kana, tapi Shin semakin kuat menariknya.
Mereka berhenti disudut terpencil perpustakaan, “Kenapa dengan
HPmu?” Tanya Shin setengah berbisik.
Kana diam, dia malas berbicara dengan Shin setelah kejadian
semalam.
Shin merogoh saku Kana, dia mengambil HP Kana, memasukkan nomer
HP miliknya.
“Semalam bagaimana kamu pulang?” Tanya Shin.
Kana memasang wajah datar, bel pelajaran berbunyi. Dia mengambil
Hp daritangan Shin dan langsung pergi menuju kelasnya meninggalkan Shin yang
terdiam diperpustakaan.
Dikelas juga Kana banyak diam, dia berbicara hanya untuk
menjawab pertanyaan guru.
Sepulang sekolah Ai bercerita akan kursus lagi.
Kana hanya diam, dia membereskan barang-barangnya diatas meja.
Shin berdiri disampingnya, Ai dan teman-teman sekelas
memperhatikan mereka berdua.
Kana masih cuek, dia memakai tasnya kemudian berdiri.
“Permintaan kedua” kata Shin.
Kana menatap kedua mata Shin, “Bicaralah denganku” kata Shin.
Kana memejamkan matanya, “Ada apa?” Tanya Kana.
Shin menatap semua penghuni kelas, meminta mereka semua keluar
dari kelas.
Donghae dan Yuki bahkan menjaga pintu agar tidak ada yang
masuk.
Ai menatap cemas kearah sahabatnya, “Apa Shin menyukai Kana?”
Tanya Ai pada Donghae.
“Sepanjang hari dia memang menatap Kana terus” jawab Donghae.
Ai berharap Shin tidak menyukai Kana ataupun sebaliknya, Kana
tidak menyukai Shin.S
Kana dan Shin menghadap kearah luar jendela kelas.
“Bagaimana kamu pulang?” Tanya Shin.
“Taksi”. Jawab Kana singkat.
“Apa kamu marah?”.
“Tidak”.
Shin menoleh kearah Kana, “Aku hanya ingin kamu tahu seperti
apa wajah temanmu itu yang sebenarnya”.
“Sayangnya aku tidak ingin tahu” bantah Kana.
Shin menatap nanar kearah Kana, dia tidak bisa membaca isi
pikiran Kana.
“Ai… atau siapapun temanku, aku hanya ingin mereka bahagia
disampingku, terlepas dari kenyataan mereka seperti apa aku tidak peduli” Kana
melihat kearah murid-murid sekolah dibawah, mereka berjalan pulang bersama
teman mereka tertawa bersama, bercanda bersama entah itu tulus atau tidak.
“Aku tidak ingin sepertimu, hidup dalam kepalsuan seperti itu
hanya untuk melihat sifat asli mereka. Apa kamu yakin itu sifat asli Ai?” Tanya
Kana pada Shin.
Kana membalikkan badan, matanya menatap tajam kearah Ai.
“Hari ini aku tidak mengajar, aku capek” ucap Kana yang
kemudian keluar dari kelas meninggalkan Shin.
Diluar Ai yang penasaran terus bertanya, “Kana menyembunyikan
sesuatu ya?”.
Kana menggeleng, “Tidak!, kau sendiri bagaimana?” Tanya Kana
pada Ai.
Ai menggigit bibirnya, Kana tahu itu tertanda Ai sedang
bingung.
Dirumahnya Kana belajar soal test matematika, bulan depan dia
ujian akhir semester.
“Kana… ada tamu!” teriak Ibu.
Ai tidak mungkin datang jam segini, Kana turun menemui tamu
itu.
Shin berdiri diruang tamu, Ayah terlihat ramah menyambutnya.
Kana menghembuskan nafas, kenapa cowok ini begitu keras
kepala?.
Di halaman belakang rumah Kana duduk berdua dengan Shin, “Ada
apa?” Tanya Kana.
“Kamu marah” Ucapnya.
Kana menoleh pada cowok disampingya itu, “Okay, aku salah aku
hanya tidak ingin kamu tertipu. Tapi kalau itu membuatmu marah, aku minta maaf”
ucap Shin.
Kana memang tidak bisa terlalu lama marah pada seseorang, “Aku
hanya kesal saja, tetapi aku juga berterimakasih dengan begitu aku jadi tahu
sisi lain dari mereka”.
Shin tersenyum lega, dia tidak pernah merasa bersalah seperti
ini sebelumnya.
Dikamar Kana mengajari Shin matematika, seperti dugaan Kana.
Shin hanya berpura-pura bodoh.
“Aku harap di UAS nanti kamu bisa masuk 50 besar” gumam Kana.
Shin tertawa, “Kamu meremehkanku?”.
Kana merengut, dia lupa kalau Shin sebenarnya adalah orang
yang jenius.
Suasana menjelang UAS yang tinggal sebulan begitu mencekam,
bahkan Shin yang biasa terlihat santai sekarang ikut serius belajar.
“Shin, kamu belajar?” goda Donghae, tapi Shin hanya cuek
membaca buku paket.
Ai menatap kearah Shin, kemarin dia pergi ke basecamp, tapi
Shin tidak datang. Sudah seminggu ini Shin tidak pernah muncul dibasecamp.
Jam istirahat Shin pergi ke perpustakaan, Ai mengikuti Shin.
“Shin!” panggil Ai.
Shin menoleh sebentar, kemudian melanjutkan mencari buku
fisika kelas tiga.
“Kenapa kamu ga datang ke basecamp?” Tanya Ai penasaran.
Shin hanya diam, dia menemukan buku yang dia cari.
“Shin aku menyukaimu!” teriak Ai.
Semua orang diperpustakaan memandang ke arah mereka berdua.
“Aku menyukaimu sejak dulu Shin”.
Shin menoleh kearah Ai.
“Ai” tegur Kana yang berada tidak jauh dari mereka berdua.
Ai kaget melihat Kana ada disana, dia menatap Kana “Aku
menyukai Shin”.
Kana mengedipkan matanya, tidak tersenyum ataupun marah dia
meninggalkan Ai.
Diruang ganti, Kana memakai baju senamnya, hari itu dia tidak
melihat Ai berlatih.
Kana mengambil hollahop kemudian memulai gerakan melompat dan
menari diiringi oleh music.
“Kana tidak datang?” Tanya pelatih senam, Kana menggeleng.
Bukankah impian Ai adalah menjadi atlit senam dan atletik, ini
bukan seperti Ai, dia tidak pernah membolos seperti ini sebelumnya.
Apa karena Shin dia melupakan impiannya?.
Didalam café yang berisik Ai mengikuti kemanapun Shin pergi,
Shin menyuruh Yuki untuk menjauhkan Ai darinya.
“Shiiin!!!” teriak Ai ketika melihat Shin keluar dari café dan
pergi mengendarai motornya.
Ditikungan tidak jauh dari café Shin menghentikan motornya,
dia mencoba menghubungi Kana.
“Aku sudah dirumahmu!” ucap Kana, dihadapannya Nyonya Lee
memberikan aneka macam kue yang dibuatnya sendiri.
Ini adalah hari terakhir Kana mengajar Shin.
“Bagaimana bisa kamu jenius seperti ini?, Tante dengar
universitas diinggris sudah memanggilmu” Nyonya Lee meletakkan teh dihadapan
Kana.
“Saya hanya melakukan apa yang saya suka saja” Kana memakan
kue yang disajikan.
“Shin dulu sangat pintar, entah kenapa dia bisa jadi seperti
sekarang” ucap Nyonya Lee sedih.
Shin masuk kedalam rumah, dia melihat Kana mengobrol akrab
dengan ibunya.
“Ini hari terakhir Kana mengajar, belajarlah dengan baik”
suruh Nyonya Lee pada Shin.
Shin yang tidak paham arti perkataan ibunya bertanya lagi pada
Kana, “Hari terakhir?”.
Kana mengangguk, “Bulan depan sudah mulai UAS, aku juga harus
belajar!”.
Shin menatap kedua mata Kana, gadis itu tidak berbohong, hanya
saja ada yang dia sembunyikan.
Kana membuka buku soal fisika, menyuruh Shin untuk
mengerjakannya dalam waktu tiga puluh menit.
Shin menatap kearah Kana yang mengerjakan soal untuknya
sendiri.
“Tentang Ai” ucap Shin, “Aku harus kasih jawaban apa?” Tanya
Shin pada Kana.
Kana tidak menoleh dia masih menatap kearah bukunya,”Itu bukan
urusanku”.
Shin menyodorkan jawabannya, Kana menarik jawaban Shin.
Tiba-tiba saja Shin menarik tubuh Kana mendekat kearahnya, sehingga wajah
mereka berdua saling berdekatan, Kana menatap wajah Shin yang hanya berjarak
lima senti dari wajahnya.
Jantung Kana berdegup kencang, dia hendak menjauh tapi Shin
malah memeluknya.
“Ini permintaan ketiga” kata Shin.
Kana diam dalam pelukan Shin, jantungnya terus berdetak
kencang, nafas Shin terdengar ditelinganya.
“Maaf” ucap Shin.
Kana yang bingung, “Untuk apa?” Tanya Kana.
“Aku tidak bisa menerima temanmu itu” jawab Shin.
Kana mengerjapkan matanya, “Kenapa?” Tanya Kana.
“Ada orang yang aku sukai” jawab Shin.
Shin mendorong lembut tubuh Kana, kemudian keluar dari kamar.
Disekolah Kana masih sibuk berlatih senam, Ai datang
mendekatinya, wajah Ai terlihat sedih.
“Kana” sapa Ai lirih.
Kana menoleh pada Ai, dia tahu pasti Shin sudah memberikan
jawaban pada Ai.
Tiba-tiba saja pelatih datang, “Oh, kamu sudah datang Ai!”.
Ai membungkuk untuk meminta maaf karena dia sering membolos.
“Tidak apa-apa, tapi sudah saya putuskan yang mengikuti kompetisi
senam adalah Kana” ucap pelatih, itu membuat Ai seperti tersambar petir disiang
bolong.
“Kenapa?” protes Ai.
Pelatih berdeham, “Kau tidak disiplin, sebagus apapun
penampilanmu itu menjadi jelek karena sikapmu”.
Ai menatap kearah Kana yang hanya diam, dia marah pada Kana.
Kana sudah tahu apa impiannya tapi kenapa Kana merebut impiannya itu.
Ai berlari keluar ruang olahraga, dia terus mengutuk Kana yang
sudah tidak setia kawan lagi.
Dikelas Ai sama sekali tidak ingin berbicara pada Kana.
“Kana” panggil Shin, Kana menoleh kearah Shin yang
memberikannya sebuah kotak bekal.
“Itu dari Ibu, ucapan terimakasihnya” ucap Shin yang kemudian
duduk dibangkunya.
Semua temannya mendekat kearah Kana, mereka penasaran isi
kotak bekal yang diberikan Ibu Shin.
“Kamu dekat dengan keluarga Shin?” Tanya Yumi teman sekelas
Kana.
“Ayah ku bekerja diperusahaan orangtua Shin” jawab Kana.
Ai semakin benci saja dengan Kana, setelah Kana terpilih
menjadi wakil sekolah sekarang dia dekat dengan Shin.
Ai dengan sengaja menyenggol kotak bekal yang ada diatas meja
Kana, sehingga sebagian makanan itu tumpah.
“Aiii… kamu gimana sih kan mubazir” Omel teman-temannya.
Kana yang sadar dengan perubahan sikap sahabatnya itu hanya
bisa diam.
Sepulang sekolah Ai mencegat Kana dengan beberapa anak buah
Shin yang memang dia kenal.
“Wah… Kim Kana, bintang sekolah, wakil kompetisi senam dan …” Belum
Ai menyelesaikan kata-katanya.
“Apa kamu temanku?” Tanya Kana dingin pada Ai.
Ai mendekat kearah Kana, seperti ingin menantang berantem,
tapi tidak terjadi karena Shin tiba-tiba muncul.
“Aku antar pulang!” Shin menyeret Kana menuju motornya.
Sepanjang jalan Kana hanya diam sampai didepan rumahnya, “Apa
yang kamu katakan kemarin itu benar?” Tanya Kana ragu pada Shin.
Dia teringat perkataan Shin tentang sifat asli Ai, “Apa yang
kamu tahu dari Ai?” Tanya Shin.
Kana menggeleng, “Aku hanya tahu tentang dia disekolah dan
beberapa hal kecil dia diluar sekolah” jawab Kana.
Shin tertawa, “Manusia itu memiliki sifat iri, mereka iri
ketika melihat orang lain mendapatkan nilai lebih atau memiliki keunggulan”.
Kana menatap Shin, apa itu masa lalunya?.
Penasaran dengan masa lalu Shin, hari minggu Kana pergi
kesekolah lama Shin.
Worim School, dia berjalan-jalan disekolah yang ukurannya
setengah dari Tae Rang Academy.
Tiba-tiba saja bola basket menggelinding dihadapan Kana, Kana
mengambil bola itu, seorang cowok meneriakinya untuk mengembalikan bola basket
itu.
Kana melempar kearah cowok itu, “Kamu anak baru?” Tanya
seorang cowok dia hampir setinggi Shin.
“Boleh aku bertanya sesuatu” ucap Kana, cowok itu mengerutkan
keningnya.
“Hm.. apa?” cowok itu melambaikan tangannya ketika
teman-temannya memanggilnya.
“Apa kamu kenal Lee Shin?” Tanya Kana, cowok itu terkejut.
“Tentu saja, dia dulu anggota club basket kami. Dia pindah
kelas satu semester akhir, sejak itu aku tidak mendengar kabarnya”.
“Dia pindah kesekolahku” ucap Kana.
Cowok itu semakin terkejut lalu dengan nada berbisik dia bertanya,
“Apa dia baik-baik saja?”.
Kana menggeleng, “Dia baik-baik saja, tapi seperti apa dia
dulu?”.
Cowok itu tersenyum, “Jujur saja aku menyukainya, dia ramah,
dia yang terbaik disekolah ini sampai saat dia bersikap aneh dan memutuskan
untuk pindah sekolah”.
“Dia kepala preman disekolahku” ucap Kana.
“Ah… benarkah?, disini dia juga sangat disegani tapi dia juga
sangat loyal pada temannya, siapa yang tidak mengenal Prince Shin” cerita cowok
itu.
“Prince Shin?” Tanya Kana.
“Itu sebutannya disekolah ini, dia menjadi idola semua murid
dan guru”.
Tiba-tiba saja seorang cowok datang, “Jun kenapa lama?” Tanya
cowok itu.
Jun langsung terdiam, cowok yang memanggilnya menatap kearah
Kana “Siapa kamu?” Tanya cowok itu.
Dia cowok yang memiliki sifat sama dengan Shin, dari nada
bicara yang angkuh dan gaya tubuh pun sama.
Tiba-tiba saja Shin menelponnya, Kana menatap Jun dan cowok
itu berjalan menjauhinya.
“Dimana? Ibumu menelpon kerumahku, bertanya apa kamu
mengajariku les”.
Kana menarik nafasnya, “Aku disekolah lamamu”.
Shin terdiam, “Tunggu disana, jangan keluar dari sekolah. Kamu
didekat lapangan basketkan?”.
Kana menoleh keseluruh penjuru, “Bagaimana kamu tahu?”.
“Aku dengar suara bola basket” jawab Shin yang kemudian
mematikan teleponnya.
Kana duduk dikursi dekat lapangan basket menonton Jun dan
teman-temannya bermain.
Ada cewek cantik memperhatikan seluruh permainan cowok-cowok
itu membuat latihan mereka kacau, Aoi yang gemas membentak anggota teamnya itu.
“Fokus, sebentar lagi turnamen!” teriak Aoi, dia juga
memperhatikan Kana yang terus melihat kearahnya.
Aoi menghampiri Kana, “Sedang apa disini?” bentak Aoi.
Jun berlari kearah mereka berdua, “Tidak ada, hanya duduk
memperhatikan kalian” jawab Kana santai.
Tiba-tiba saja Shin datang, “Kana” panggil Shin.
Semua orang dilapangan basket menatap kearah Shin, begitu juga
dengan Jun dan Aoi.
Jun berlari menghampiri Shin, “Shin!”. Shin tersenyum kecil
sambil menepuk pundak Jun.
Tatapan Shin beradu dengan Aoi, kemudian dia menoleh kearah
Kana yang duduk santai memperhatikan setiap situasi.
“Apa kamu belajar psikologi disini?” Tanya Shin pada Kana.
Kana terkejut, dia tersenyum, kedatangannya memang untuk
mengetahui masa lalu Shin. “Bukan aku belajar history”.
“Ayo pulang” ajak Shin, dia masih mengacuhkan Aoi yang berdiri
tidak jauh darinya dan Jun.
Kana bangun, berjalan kearah Shin.
“Pengecut… kamu selalu saja lari!” gumam Aoi yang rupanya
didengar oleh Shin.
Shin membalik badannya kearah Aoi, dia hanya menatap Aoi.
Tiba-tiba seorang cewek yang berlari kearah Aoi menghentikan
langkahnya ketika melihat Shin.
“Shin!” panggil cewek itu, Shin tersenyum kecut.
“Wah apa ada reuni disini?” ucap seorang Pria, dia seperti
pelatih basket.
Rupanya Shin dulu adalah pemain andalan team basket, makanya
semua orang dilapangan mengenalnya dan Yuka cewek yang terus saja menatap Shin
adalah manager tim basket, sedangkan Aoi adalah kapten tim.
Sedangakan Pak Lay adalah pelatih tim basket, sekarang mereka
berkumpul, hanya Aoi yang tidak suka dengan kehadiran Shin.
“Bagaimana sekolah mu disana?” Tanya Pak Lay pada Shin.
Shin hanya diam, “Dia mendapat peringkat terakhir” jawab Kana
cuek. Semua menoleh kearah Shin.
“Tidak mungkin!” ucap mereka bersamaan.
Kana mengeluarkan kertas hasil ujian yang diambilnya dari
Shin, “lihat!” ucap Kana.
Semua orang melihat kertas itu, “Apa akan kiamat, kenapa
nilaimu jadi jelek begini?” protes Jun.
“Karena itu aku kemari, aku ingin tahu sebodoh apa dia
disekolahnya dulu” ucap Kana.
“Cukup Kana” bentak Shin, dia menoleh marah kearah Kana,
mengambil kertas hasil ujiannya dari tangan Jun.
Kana menelan ludahnya, “Sampai kapan kamu begini?” protes
Kana.
“Itu bukan urusanmu” bentak Shin.
Kana menghembuskan nafasnya, “Kenaikan kelas, aku akan ke
inggris, setidaknya buatlah aku bangga setelah menjadi guru les mu!”.
Shin terkejut, “Inggris?” Tanya Shin.
Kana menatap marah kearah Shin, “Kamu selalu bilang padaku
tentang sifat palsu seseorang, padahal kamu juga bersikap palsu padaku”, Kana meninggalkan
Shin, dia merasa jengkel dan marah.
Apa bedanya Shin dengan Ai?.
Semua orang dilapangan terdiam menlihat pertengkaran dua orang
itu.
“Kim Kana berhenti!” teriak Shin, Kana masih berjalan malah
agak berlari.
Shin menghembuskan nafasnya, dia menoleh kearah Pak Lay, membungkukkan
badannya pamit pergi, kemudian berlari mengejar Kana.
Shin menarik lengan Kana, “Lepas!” Kana mengibas-kibaskan
lengannya yang dipegang Shin.
Shin menarik Kana kedalam mobilnya.
“Apa kamu puas?” Tanya Shin marah.
Kana membuang mukanya, “Jika kamu ingin marah sebaiknya
turunkan aku disini”.
Shin menahan emosinya, “Kapan kamu ke Inggris?” Tanya Shin.
“Kenaikan kelas” jawab Kana.
Kana menoleh kearah Yuka yang berlari kearah mereka.
“Apa dia pacarmu?” Tanya Kana pada Shin.
Shin turun dari mobil menghampiri Yuka tanpa memberinya
jawaban, mereka seperti membicarakan sesuatu, Yuka sesekali menatap kearah
Kana.
Sepertinya cewek yang dimaksud Shin orang yang dia cintai
memang Yuka, entah kenapa perasaan Kana menjadi tidak nyaman.
Kana keluar dari mobil, “Shin!” panggil Kana, tapi Shin masih
serius bicara dengan Yuka.
Kana menghembuskan nafasnya, Shin sama sekali tidak menoleh
kearahnya. Kana pergi dari tempat itu, rasanya dia memang salah sudah ikut
campur urusan orang lain.
Diruang guru Kana menyerahkan dokumen pindah sekolah, “Jangan
sia-siakan kesempatan ini Kana” ucap walikelas memberi dukungan.
“Terimakasih Pak!”.
Saat Kana melewati gedung olahraga, dia melihat Ai berlatih
dengan keras, walau dia kecewa dengan temannya itu, Kana tetap mendukung impian
Ai, mereka berteman cukup lama. Tawa Ai, sedih Ai, mungkin saat ini dia sangat
kecewa.
Dia menemui pelatih senam, mengatakan bahwa dia mundur dari kompetisi,
dia ingin focus dalam pelajaran.
“Sayang sekali, padahal kamu lebih berbakat daripada Ai” ucap
pelatih.
Ai menatap Kana dari kejauhan, sepanjang hari ini dia terus
berlatih agar bisa mengikuti kompetisi. Pelatih datang, “Kamu beruntung Ai,
Kana mengundurkan diri”.
Ai mendengar cerita kepindahan Kana dari pelatih, ketika dia
mencari Kana, Kana sudah pulang duluan. Dia terduduk diatas bangku Kana, dia
sudah jahat pada temannya itu, harusnya dia tidak marah pada Kana. Semua ini
salah dia sendiri, karena dia terlalu menginginkan Shin sehingga dia
menyepelekan latihan.
Sama seperti Shin yang mencari Kana sepanjang hari, dia
menelpon Kana, tapi HP Kana mati dan dia memutuskan untuk kerumah Kana.
“Kana tinggal diasrama sekolah, dia ingin focus belajar agar
bisa lulus masuk ujian universitas” kata Nyonya Kim, Ibu Kana.
Kesempatan Shin bertemu Kana hanya saat dikelas, tetapi begitu
jam istirahat Kana sudah menghilang, dia mendapatkan pelajaran ekstra saat pulang
sekolah dan jam istirahat.
“Kana kamu ga capek?” Tanya Yumi dia teman satu asrama, Yumi
melihat Kana terus belajar.
Kana tersenyum, “Bisa aku pinjam kamus bahasa inggrismu?”.
Yumi terdiam, terlebih saat Ai masuk kedalam kelas, Ai menatap
Kana yang bahkan tidak sempat menoleh karena menyelesaikan soal-soal latihan.
Shin mendekati Kana, saat dia ingin bicara lagi-lagi walikelas
sudah masuk.
“Kana, kamu boleh keruang steril diperpustakaan sekarang” ucap
walikelas.
Kana membereskan buku-bukunya kemudian keluar dari kelas menuju
perpustakaan.
Ruang steril adalah ruangan khusus yang dipenuhi dengan
buku-buku untuk belajar, tidak banyak murid yang boleh masuk maksimal hanya
boleh lima murid itupun murid-murid unggulan.
Bukan karena pilih kasih, tapi ruang steril memang difokuskan
untuk murid seperti Kana yang memang membutuhkan waktu belajar ekstra.
“Kana… aku dengar universitas diinggris menawarkan beasiswanya
padamu” Tanya Erika kakak kelas Kana.
Kana tersenyum, “Iya”.
“Semangat ya, aku saja baru mendapatkan beasiswa dikelas tiga
itupun hanya masuk universitas negeri” keluh Erika memberikan dukungan.
Sudah dua minggu Shin tidak melihat Kana ataupun bisa bertemu
dengan Kana, Kana tidak belajar dikelas
lagi melainkan diruang steril. Beberapa guru hanya memberikan materi yang akan
dipakai untuk ujian masuk universitas, hingga UAS pun dimulai, Kana masuk
kedalam kelas untuk mengikuti UAS.
Kana duduk dibangkunya, dia sama sekali tidak memedulikan
orang-orang yang memperhatikannya.
Ai merasa malu untuk menegur Kana, sedangkan Shin tidak
memiliki kesempatan.
Seusai ujian Kana langsung menuju ruang steril untuk belajar,
kegiatan Kana hanyalah belajar, belajar dan belajar.
Hingga pengumuman UAS, Kana menerima kartu hasil ujian
miliknya. Dia tersenyum ketika memperoleh nilai tertinggi disekolah, ini
tandanya langkahnya untuk sekolah diluar negeri semakin dekat.
Shin menarik tangan Kana sebelum cewek itu memasuki ruang
steril.
Kana kaget dia menatap kedua mata Shin, “Ada apa?”.
“Lihat nilaiku!” jawab Shin.
Kana melihat nilai Shin, dia berada diurutan dua terbaik
disekolah. Kana tersenyum “Keren!”.
Dikantin sekolah Shin memandang kearah Kana yang sibuk dengan
buku soal pelajaran, “Makan dulu” suruh Shin.
Kana menoleh sebentar, mengambil potongan buah apel kemudian
melanjutkan belajarnya.
“Apa kamu akan ke inggris?” Tanya Shin.
Kana mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Apa kamu sangat ingin ke inggris?” Tanya Shin lagi.
“Ya” jawab Kana tanpa melihat Shin, dia masih membaca buku.
“Apa kamu membenciku?” Tanya Shin sebal.
“Ya… eh! Apa?!” Kana memandang Shin.
Shin menarik buku Kana, “Apa sekarang dia ini temanmu?” Shin
menujukkan buku Kana.
Mengerti maksud Shin, Kana menarik nampan berisi aneka makanan
yang dibelikan Shin, “Enaknya…” ucap Kana dengan mimic wajah yang menggemaskan.
“Sudah sebulan ini aku hanya makan nasi dan ramen” ucap Kana
tanpa dia sadari.
“Ramen?” Tanya Shin.
“Aku terlalu sibuk belajar sehingga hanya makanan praktis itu
saja yang sempat aku makan” jawab Kana sambil melahap kimchi.
“Apa testnya begitu susah sehingga kamu harus belajar seperti
ini?” Tanya Shin.
Kana menggeleng, “Aku tidak tahu, tapi berkuliah di
universitas itu dan mengambil jurusan kedokteran adalah impianku” jawab Kana.
Shin menghembuskan nafasnya, dia iri pada Kana. setidaknya
Kana sudah tahu kemana arah hidupnya dan dia berusaha keras untuk itu.
Apa tujuan hidupnya, Shin bahkan tidak tahu, dulu dia ingin
menjadi seorang atlet basket professional tapi sekarang tidak lagi.
“Karena nilaimu bagus aku akan memberikanmu hadiah. Hadiah apa
yang kamu mau?” Tanya Kana.
Shin menujuk Kana, “Kamu” jawab Shin.
“Hah!” Kana bingung, apa maksud Shin?.
“Aku ingin kamu jadi pacarku” ucap Shin.
Kana tertawa kecil, “Jangan bercanda”.
Wajah Shin yang serius seperti memberitahu Kana kalau Shin
serius.
“Aku… aku tidak pernah berfikir untuk pacaran, jadi aku tidak
bisa menerimamu Shin” ucap Kana.
“Apa kamu benci aku?” Tanya Shin.
Kana menggeleng, “Tidak” jawab Kana cepat.
“Ok, kalau begitu kita pacaran, aku tidak akan menganggu jam
belajarmu, aku hanya ingin jadi pacarmu” ucap Shin.
Kana mengedipkan matanya.
“Mulai besok kita belajar bersama diruang steril, aku juara
dua tertinggi jadi aku bisa belajar disana kan?” ucap Shin sambil tersenyum.
Kana membalas senyum Shin, “Hm… pasti kamu akan cepat bosan!”.
“Lihat saja nanti!” Shin tertawa kecil mendengar Kana
meremehkannya.
Nyonya Lee menelpon Kana, dia berterimakasih karena nilai Shin
kembali baik.
“Makan malam dirumah, aku mengundangmu Kana!” Ajak Nyonya Lee.
Dan disini lah Kana sekarang, duduk berhadapan dengan Shin
makan bersama keluarga boss dari ayahnya.
“Ini aku masak daging panggang, makan yang banyak!” Nyonya Lee
memberikan sepotong daging kepiring Kana.
Kana tersenyum sambil memakan masakan Nyonya Lee yang lezat.
“Dia hanya makan Ramen selama di asrama” ucap Shin.
Nyonya dan tuan Lee menoleh kearah Shin kemudian kearah Kana, “Itu
ga sehat!” ucap mereka berdua kompak.
“Saya terlalu sibuk belajar jadi hanya sempat membuat Ramen di
asrama” Kana mendelik kearah Shin yang tersenyum usil.
Selesai makan malam Nyonya Lee menyuruh Kana untuk menginap
dirumahnya, “Tidak belajar semalam nilaimu juga akan tetap diatas!” ucap Shin
ketika Kana menolah dengan alasan akan belajar.
Pada akhirnya Kana menginap dirumah keluarga Lee, mereka
menganggap Kana sebagai anak mereka sendiri.
“Belum tidur?” Tanya Shin, dia menemukan Kana melamun dibalkon
rumahnya.
Kana tersenyum, “Langitnya begitu indah”.
Shin menatap langit malam yang cerah, bertabur bintang-bintang
dan bulan purnama.
“Ini seperti mimpi” Kana menarik nafas, dia tidak pernah membayangkan
akan melangkah sejauh ini.
“Berkuliah di inggris, jurusan kedokteran. Kamu tahu betapa
sulitnya itu?” Kana menatap Shin.
Lagi-lagi Shin merasa iri dengan Kana yang sudah memiliki masa
depan yang jelas.
“Kamu beruntung, sampai saat ini aku masih belum tahu ingin
menjadi apa” ucap Shin.
Kana menyandarkan kepalanya dikursi, “Jalani saja apa yang kau
suka, kelak kamu akan menemukan tujuan hidupmu”.
Shin tersenyum, “Di luar negeri nanti, jangan pernah dekat
dengan cowok bule!” ancam Shin.
Kana tertawa, “Belum-belum kamu sudah cemburu”.
“Aku serius!” Shin menatap kedua mata Kana.
Kana tersenyum, “Tidak usah cemburu, apa kamu pernah melihat
aku mencintai seseorang melebihi buku?”.
Shin tersenyum sambil menggeleng, dia mengambil tangan Kana
kemudian mengecupnya. “Setelah kamu kembali, kamu akan menemukan pacarmu ini
menjadi seorang yang hebat!”.
Kana tersenyum mengejek, “Barusan kamu bilang tidak tahu apa
yang akan kamu lakukan!”.
Shin tertawa, semakin dia mengenal Kana, semakin dia jatuh
hati padanya.
Didalam rumah Nyonya Lee tersenyum melihat Shin yang menggoda
Kana, dia menemukan suaminya juga menguping pembicaraan kedua anak itu.
“Suamiku” tegur Nyonya Lee.
Tuan Lee terkejut kemudian berdeham sambil mengambil majalah
yang terletak diatas meja, “Rasanya mereka sudah dewasa”.
“Aku akan sangat senang bila mereka berdua benar-benar bisa
menjadi pasangan” Nyonya Lee tersenyum yang kemudian mengajak Tuan Lee turun
kelantai bawah untuk memberikan pivasi pada Kana dan Shin.
Di sekolah Kana tersenyum pada semua teman satu kelasnya, “Aku
sangat senang menjadi bagian dari kalian, suka duka sudah kita alami dan aku
minta maaf bila aku melakukan banyak kesalahan baik yang aku sengaja ataupun
tidak” ucap Kana berpamitan, besok dia akan terbang ke inggris.
Shin tersenyum bangga melihat kekasihnya itu, tujuan hidupnya
adalah menjadi seorang yang lebih sukses dari Kana. Dia tidak mau dianggap
pecundang karena tidak pantas bersanding dengan Kana.
“Ehm… dan satu lagi aku ingin memberikan hadiah pada seseorang,
dia juga yang sudah memberiku banyak motivasi” Kana tersenyum sambil
mengeluarkan kotak kecil dari dalam tasnya.
“Ai… ini untukmu” Kana menaruh kotak itu dihadapan Ai.
Ai menatap kosong kearah kotak itu, dia merasa malu. Dia benar-benar
kalah dalam berbagai hal dengan Kana, dengan bibir yang bergetar dan mata yang
berkaca-kaca “Te..terima..terimakasih Kana!” ucapnya yang kemudian berdiri
sambil memeluk Kana.
Ai menangis tersedu, dia merasa beruntung memiliki teman
seperti Kana, “Maafkan aku!” ucapnya sambil menangis.
Kana menepuk-nepuk pelan punggung Ai, “Tidak apa-apa, kejar
impianmu seperti aku mengejar mimpiku!”.
Ai mengangguk sambil menghapus airmatanya.
“Kalau begitu aku pulang dulu, pesawat akan berangkat jam
sebelas!” ucap Kana pada teman sekelasnya.
“Kim Kana… apa kamu lupa satu hal!” protes Shin. Shin berdiri
dari bangkunya dia dilihat oleh teman-teman sekelasnya.
Kana menoleh pada Shin, dia tersenyum “Kemarilah sayang!” ucap
Kana yang membuat teman sekelasnya kaget.
Shin berlari yang kemudian memeluk Kana, “Ingat jangan melihat cowok bule” ancamnya.
Kana mengangguk, teman sekelaspun tertawa terbahak termasuk
Ai, dia merelakan Shin untuk Kana.
Shin mengantar Kana sampai gerbang sekolah, “Tunggu aku Shin!”
pamit Kana.
Shin mengangguk tangannya masih belum rela melepaskan tangan
Kana, “Sampai Jumpa”.
Kana melambaikan tangannya dihalaman sekolah pada teman-teman
sekelasnya yang menyambutnya dari jendela kelas.
Tamat-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar