Senin, 22 Februari 2016

Romance

Aku bersembunyi didalam lemari pakaian, menahan nafasku, memeluk boneka beruang yang diberikan ibu padaku. Teriakan demi teriakan terdengar ditelingaku, suara letusan disertai jeritan ibu pun terdengar ditelingaku.
Suara sinere terdengar nyaring, tiba-tiba suasana menjadi sepi. Aku keluar dari lemari, mengenakan baju tidur putih berendaku, menyeret bonekaku menuju keluar kamar. Kamarku sangat berantakan, kakiku tersandung sesuatu, cairan kental dan lengket terasa ditelapak kakiku.
Aku melihat Shin, kakak ku dia tergeletak didepan pintu kamarku. Matanya terpejam, perutnya mengeluarkan darah “Kakak!” Panggilku sambil menggerakkan tubuhnya, tangan Shin sudah kaku. Dengan gugup aku kembali berjalan, dinding rumah penuh dengan bercak darah, aku berjalan  kelantai bawah.
Ayah tergeletak ditangga, lehernya mengeluarkan darah, tubuhnya pun penuh dengan luka tusukan, aku menutup mataku. Kaki kecilku berlari kearah ibu, Ibu mengerjap-kerjapkan matanya.
“Ma…” panggilku sambil memegang pipinya, ibu tersenyum padaku yang kemudian menghembuskan nafasnya.
Sinar dari senter polisi menyilaukan mataku, aku menatap kosong kearah mereka.
Pembantaian terjadi dirumahku, semua orang dirumah mati dalam waktu kurang dari satu jam, ayah, ibu, kakak, pembantu sampai satpam yang menjaga keamanan rumah, semua pergi, yang tersisa adalah aku.

Lima belas tahun kemudian, aku menyaksikan scene adegan ciuman yang dilakukan oleh pemeran utama film yang aku sponsori.
“Bukan kah itu kurang?” tanyaku pada produser dan sutradara.
Produser menoleh padaku, “Apanya yang kurang?” Tanya nya balik.
“Siperempuan, bibirnya tidak membalas si laki-laki, padahal dia ikut memejamkan mata, dan di scene ini harusnya mereka saling berciuman” jawabku.
Sutradara melihat rekaman ulang dan meneriakkan “CUT!!!”.
Aku melangkah kearah studio, mendorong pelan si aktris dan berhadapan langsung dengan si actor.
“Ini bukan ciuman pertama kalian kan?” tanyaku pada dua orang itu.
Kedua orang itu mengangguk.
Aku meletakkan tangan kiri actor dipinggangku dan tangan kanannya di leherku, aku memiringkan wajah seolah ingin menciumnya.
“Harusnya kau bergaya seperti ini, bila ingin terlihat baik” kataku pada si actor.
“Bravo!” kata sutradara, “Itu lebih terlihat bagus”.
Aku melepaskan diri dan memandang si aktris, “kamu hanya perlu membalas dengan kecupan kecil saja”.
Aku melangkah keluar studio dan melihat lagi pengambilan gambar, mereka melakukan apa yang aku suruh dan hasilnya cukup natural dan seksi.
“Nice” kataku pada Produser yang tersenyum sambil menyuruh kameraman menzoom adegan itu.

Di restoran kami berkumpul, aku menyesap wine yang berlabel tahun 1986, cukup manis dan sedikit beralkohol.
“Jaman sekarang orang akan mencari kiss scene atau bed scene dalam keyword dunia maya mereka” ucap Produser.
Pria tua itu banyak omongnya, aku menatap kearah Pria yang baru saja datang, dia diikuti oleh lima bodyguardnya.
Pria itu duduk makan seorang diri, lima bodyguardnya ikut duduk tidak jauh dari mejanya.
“Anda sendiri tuan?” Tanya seorang wanita cantik, memakai baju ketat berwarna merah dengan rok mini dan sepatu stiletto.
Seorang bodyguard mengusir gadis itu.
“Mrs. June” panggil produser, aku menoleh kearahnya.
“Apa besok anda datang lagi?” Tanya Produser.
Aku menggeleng, “Besok aku ada meeting dikantor” jawabku enggan.
Aku berdiri, lima orang bodyguard ku langsung mendekat kearahku.
“Aku permisi dulu, masih banyak hal yang harus aku kerjakan” pamitku pada Produser dan Sutradara.
Kedua pria itu mengangguk sambil tersenyum.
Aku berjalan melewati pria yang dari tadi aku perhatikan, tiba-tiba tangan pria itu memegang pergelangan tanganku, seorang bodyguardku langsung maju begitu juga dengan bodyguardnya.
Keduanya seperti hendak membanting satu sama lain, “Nona…” ucap seorang bodyguardku.
Aku menaikkan tangan kiriku mengisyaratkan tidak apa-apa.
“Kamu bahkan tidak menyapaku… Song June!” Pria itu menoleh kearahku.
Aku menepiskan tangannya, “Bukankah kita tidak saling mengenal sekarang” kataku.
Perhatian seluruh restoran tertuju pada kami.
Dia Kim Daniel, cucu dari menteri pertahanan, anak dari bangsawan kaya raya dan dia pernah menjadi pacarku selama tiga bulan sebelum akhirnya, aku pergi meninggalkannya.
Daniel tersenyum, wajah tampannya menatapku penuh arti. Tapi aku sudah tidak mau berurusan lagi dengannya.
Manager restoran mendekat kearah kami, “Apa kalian ingin tempat yang lebih privasi?” Tanya manager restoran sopan.
Aku menoleh kearahnya, “Tidak, aku akan pergi” kataku sambil melanjutkan langkahku.

Keesokan harinya, rapat jajaran direksi dimulai. Saham terbesar masih ada ditanganku, aku tidak akan melepaskan perusahaan yang ayahku bangun begitu saja, kenangan pembantaian itu seakan menjadi api dalam diriku.
“Direktur June, untuk bidang Retail kita mengalami peningkatan sebesar 70% pada awal bulan ini” lapor Manager Alex dari perusahaan Retail.
Aku membaca laporan tiap perusahaan, “Untuk bidang migas, kenapa penurunannya begitu signifikan?” tanyaku.
Peter membuka laporannya, “Karena kita ada pesaing baru” jawabnya.
“Itu bukan alasan Manager Peter, semua usaha pasti memiliki saingan!” kataku tegas.
“Mobile Oil yang tadinya hanya beroperasi di wilayah timur tengah, eropa dan amerika sekarang sudah memasuki pasar asia” jelas Peter.
Aku menggertakkan gigi, Kim Daniel…
“Kau sudah bertemu Daniel?” Tanya Peter, dia sepupu dari si playboy itu.
Tiba-tiba saja Daniel masuk kedalam ruang rapat, aku menatap tajam matanya.
“Bisa tinggalkan kami berdua!” ucap Daniel dingin.
Semua direksi menatap kearahku, “Rapat selesai” kataku.
Semua anggota Direksi keluar dari ruang rapat hanya tersisa kami berdua.
Daniel melemparkan sebuah dokumen keatas mejaku, itu tentang perjanjian kontrak kerja tambang emas.
“Kamu merebut asetku?!” desisnya.
Aku tersenyum, “Bukankah bisnis seperti itu?” kataku, mengingat laporan Migas ku pada bulan ini merosot tajam karena perusahaannya.
Ditengah pertengkaran kami, Tuan Kim, dia adalah ayah dari Daniel dan Pamanku masuk kedalam ruangan.
“Hentikan pertengkaran kalian!” teriak mereka berdua.
Aku menatap paman, dia memberikan laporan padaku.
Hole Inc. mereka mencoba merajai pasar asia.
“Kau tidak tahu hal ini akan terjadi bukan?” Tanya Tuan Kim pada Daniel.
Aku membaca tiap lembar laporan yang diberikan paman padaku, Hole Inc. dari perusahaan telekomunikasi mereka merambah bidang migas, retail dan sebagainya.
“Jika ini dibiarkan maka bisnis dua perusahaan kita bisa tergusur, kau tahu berapa nilai investasi Hole Inc.?” kata Paman.
Aku menaruh laporan diatas meja dengan lemas, apa ini akhir perusahaan Ayah?. Rivalisasi dengan perusahaan Eropa sangatlah susah.
“Ada solusi untuk ini semua” ucap Tuan Kim meyakinkan, kali ini dia menatapku.
Aku dan Daniel saling berpandangan kemudian menatap Tuan Kim secara bersamaan.
“Apa?” tanyaku.
Paman meletakkan sebuah undangan pernikahan diatas mejaku dengan inisial SJ&KD, aku melihat nama mempelainya.
“Pernikahan kalian!” jawab Tuan Kim.
Aku langsung mendongak menatap dua pria tua dihadapanku.
“Ayah!” tegur Daniel.
Aku masih diam berusaha membaca situasi.
“Kalau kalian berdua menikah, perusahaan akan bergabung dan nilai investasi akan lebih besar dua kali lipat dari milik Hole Inc., dengan begitu perusahaan itu akan pergi dari pasar asia, atau dia bukan apa-apa lagi!” bentak Tuan Kim pada anaknya.
Daniel menatap kearahku.
“Aku… tidak apa-apa kalau harus menikah” ucapku dingin, aku harus berpikir masak-masak jika ingin mempertahankan perusahaan ayah.
Paman tersenyum padaku, dua pria itu menoleh kearah Daniel.
“Apa aku punya keputusan untuk menolak?” Tanya Daniel pada Paman dan Tuan Kim.

Begitulah akhirnya, aku berada diatas pelaminan, menyalami satu persatu tamu yang memberi ucapan selamat pada kami.
Gaun putihku, tiara serta perhiasan yang aku pakai membuat iri semua orang. Mereka menyatakan ini adalah pernikahan terbaik abad ini.
“Cium…cium…cium!!!” teriak para undangan pada kami berdua.
Daniel memeluk punggangku kemudian memegang lembut leherku, dia menciumku dengan mesra, aku membalas ciumannya. Semua undangan bersorak senang hingga kami melepaskan bibir satu sama lain.
“Aktingmu bagus juga!” puji Daniel.
Aku tersenyum tipis, “Thanks”.
Bukankah dia yang mengajariku untuk pintar berakting dihadapan orang lain.
Beberapa temen SMA ku datang, “June… selamat!, wow dia HOT sekali!!!” bisik Erika sambil bermain mata dengan Daniel.
Daniel berdeham, dia meraih pinggangku hingga kami berdekatan, “Siapa dia?” Tanya Daniel berbisik.
Aku menoleh kearahnya, menatap bertanya.
“Aku tidak suka wanita genit” ucapnya.
Aku tertawa, “Bukan kamu sekali!”.
Aku tahu ada puluhan wanita yang telah dia pacari setelah putus denganku.
Erika tersenyum genit kepada Daniel, Daniel hanya tersenyum tipis sambil memeluk pinggangku.
Akhir dari pesta pernikahan, kaki ku pegal sekali selama tiga jam berdiri, aku berjalan menuju kamar hotel yang telah disiapkan, betapa terkejutnya aku, kamar itu dihias oleh aneka mawar kesukaanku.
“Pelayanan hotel memang istimewa!” ucap Daniel sambil menerobos masuk.
Aku melihatnya membuang kelopak mawar merah berbentuk hati dari atas tempat tidur kemudian merebahkan diri diatasnya.
Aku menghela nafas, aku tidak bisa menuntutnya untuk romantic. Dia pasti berpikir ini hanya pernikahan bisnis.
Lagipula sudah tidak ada cinta diantara kami berdua.
Tubuhku terasa sangat lelah, aku memutuskan untuk mandi kemudian tidur disofa. Daniel sudah tertidur pulas.
Keesokan harinya, aku terbangun karena silau sinar matahari yang menembus tirai, melihat Daniel masih tertidur aku berendam di bathup, busa dari sabun aroma melati menenangkanku, disertai wangi dari lilin aroma terapi membuat suasana menjadi lebih rileks.
Seusai berendam badanku terasa begitu ringan, aku keluar dari kamar mandi, melihat Daniel yang masih tertidur pulas, aku mengenakan  baju ganti yang disiapkan pelayan, kaos polo dan hotpants yang pantas untuk golf, aku mengambil tas kemudian meninggalkan Daniel yang tidur.
Ini hari cuti menikahku, semua akan heran bila aku masuk kantor. Aku memutuskan untuk bermain golf, menghilangkan stress disalah satu hotel dan resort terbaikku ini.
Aku mengendarai mobil kedy mengelilingi hamparan rumput hijau menuju sebuah kolam ditengah padang rumput golf. Ayahku yang merancang konsep hotel dan resort ini, kolam bernuansai oase padang pasir, aku duduk memeluk lututku.
Menatap diriku dipantulan air kolam, “Sebenarnya apa tujuan hidupku?” tanyaku pada banyanganku.
Ponselku berbunyi, ada nomor asing menelponku.
“Hallo” kataku.
“Brengsek, dimana kamu?” bentak Daniel dengan nada cemas.
Aku memutus telpon, kembali menerung dan melihat pantulan diriku diair.

Bodyguardku langsung menghampiri begitu aku masuk dalam hotel, pandangan seisi lobby tertuju padaku.
“Siapa dia?, anak mafia kah?” bisik sekumpulan ibu-ibu.
Suasana bertambah hening ketika Daniel datang bersama anak buahnya, “Darimana?” Tanya Daniel.
“Olahraga, disana tidak ada sinyal. Maaf!” kataku berbohong sambil tersenyum.
“Mereka ada di restoran, ganti bajumu lalu susul aku” Daniel memandangku sekilas, kemudian pergi menuju restoran hotel.
Ada rapat dewan komisaris perusahaan, karena dua perusahaan besar bergabung ini pasti menjadi berita yang menghebohkan.
Aku mengganti bajuku dengan setelan formal yang sudah disediakan penata rias dikamarku, dia bahkan mendadaniku bak model terkenal, dan Binggo!!!. Aku disulap seperti seorang puteri angsa memakai pakaian serba putih.
Begitu aku keluar dari lift semua orang terlihat memperhatikanku, hingga aku duduk disebelah Daniel, dia mengecup pipiku berakting seolah kami adalah pasangan yang romantic.
“Merger ini baik untuk kedua perusahaan, lihat saja harga saham setelah digabung naik dengan pesat” ucap Tuan Kim sambil tertawa senang, semua rencana yang dia susun berjalan sempurna.
“Kita sudah tidak perlu takut dengan adanya Hole Inc.” Tuan Kim menyuruh asistennya memberikan dokumen proposal pada kami.
Aku membaca proposal yang menjanjikan, aku tidak perlu takut perusahaan ayah jatuh bangkrut.
“Tidak ada perubahan jajaran manager dalam tiap perusahaan, hanya saja pada kepemimpinannya biar para dewan direksi utama yang memilih” ucap Paman sambil tersenyum padaku.
Seluruh dewan direksi terlihat senang, karena perusahaan terselamatkan.
“Tersenyumlah” bisik Daniel, ketika kami mengantarkan para dewan direksi seusai rapat.
Aku menyunggingkan senyumku, ketika itu seorang wanita cantik, dia top model sekaligus aktris terkenal Lee Sora, wanita itu berjalan cepat kearah aku dan Daniel.
Dia memandang Daniel kemudian menamparku, terkejut dengan keadaan aku hanya bisa merasakan panas dipipiku, seluruh bodyguard ku mendekat lalu mengamankan wanita gila itu.
Beruntung diruangan hanya ada aku dan Daniel.
“Kau perebut kekasih orang!” teriak Lee Sora.
Aku menoleh kearah Daniel yang menatap marah kearah Sora, “Apa aku mengenalmu?” Tanya Daniel dingin.
Sora berteriak, “Kim Daniel, kau lupa siapa yang pertama kali aku tiduri?”.
Aku menutup mulutku menahan keterkejutanku, tertawa sinis mendengar ucapan Sora.
“Seharusnya kamu bereskan dia dulu sebelum menikah denganku” ucapku yang kemudian meninggalkan ruangan.
Daniel meraih tanganku dengan cepat aku menepisnya, aku memanggil bodyguardku.

Seharian ini aku sibuk melihat proyek pembangunan pabrik baru, berkali-kali Daniel menelponku, aku mereject panggilannya.
“June, ini sketsa bangunannya” Alice sepupu dan juga asistenku, memberikan cetak biru sketsa bangunan pabrik.
“Di sekitar sini akan dibuat taman kan?, aku tidak suka bila tidak ada pohon didalam area pabrik” kataku.
Sang arsitek menjelaskan sketsa, aku mendengarkannya dengan baik dan teliti.
Tiba-tiba saja seorang pekerja terjatuh, wajahnya terlihat pucat.
Aku menyuruh bodyguardku untuk memeriksa keadaan pria itu, “Dia belum makan dari pagi” lapor bodyguardku.
“Apa tidak diberi makan?” tanyaku pada supervisor proyek.
Supervisor itu mengatakan sudah memberi jatah makan, hanya saja ada beberapa pekerja yang terlambat sehingga tidak sempat untuk sarapan.
Aku menyuruh Alice memesan makanan paling enak dari cattering terkenal, “Aku akan ikut makan juga disini” kataku.
Sore itu aku makan bersama para pekerja dan mendengarkan kisah mereka, ada yang seorang ayah dan memiliki anak dua, anak pertamanya sangat pintar sehingga mendapat beasiswa hingga keperguruan tinggi, dia berterimakasih padaku karena memberinya bayaran yang lumayan tinggi sehingga bisa membiayai keluarganya dengan baik.
Ada juga seorang pekerja yang merawat neneknya, rata-rata dari mereka memiliki kisah sendiri dengan keluarga mereka.
Aku sangat menikmati suasana seperti ini, aku jadi punya ide untuk membangun yayasan pendidikan dan kesehatan bagi para pekerja dan orang yang kurang mampu.
Daniel datang bersama anak buahnya.
“Disini kamu rupanya” ucapnya.
Aku menoleh kearahnya sambil tersenyum, dari mana dia tahu aku disini?.
Para pekerja tersenyum melihat kami berdua, “Kalian begitu serasi, kami seperti melihat lukisan hidup. Kamu beruntung mendapatkan istri seperti dia, kami harap kalian cepat mendapatkan anak” puji seorang pekerja.
“Terimakasih” ucap Daniel sambil tersenyum.
Para pekerja kembali ke pos mereka masing-masing setelah cukup beristirahat, aku berjalan berdua Daniel. Bodyguard dan sekertaris kami mengikuti dari belakang.
“Kapan proyek ini selesai?” Tanya Daniel.
“Lima bulan lagi sudah bisa beroperasi” jawabku.
Daniel menolehku, “Sora… dia tidak ada hubungannya denganku”.
“Aku tidak ingin tahu masalah pribadimu, bukan kah ini hanya pernikahan bisnis saja” sahutku.
Daniel menghela nafasnya, mungkin dia lega.

Aku masuk kedalam rumah Daniel, beberapa pelayan berdiri menyambut kami.
“Dimana aku akan tidur?” tanyaku pada pelayan yang terlihat bingung.
“Tentu saja dikamarku” jawab Daniel ringan.
Aku berjalan mengikuti pelayan yang membawa tasku, kami menuju kamar Daniel yang luasnya hampir seperti lapangan bola.
“Ini kamar?” gumamku.
“Apa kamarmu tidak sebesar ini?” Tanya Daniel pamer.
“Aku tinggal diapartemen” jawabku.
“Aku dengar rumah peninggalan orang tuamu sangat besar” goda Daniel.
Aku jadi mengingat peristiwa lima belas tahun lalu, sehabis kejadian itu, aku tidak pernah menginjakkan kakiku kerumah berdarah itu.

“June!” panggil Daniel sambil membangunkan aku.
Aku bermimpi lagi, memimpikan pembunuhan itu. Padahal sudah lima tahun ini aku tidak pernah bermimpi tentang kejadian itu.
Keringatku bercucuran, aku memeluk erat Daniel.
“Tolong aku…” ucapku bingung sekaligus ketakutan.
Daniel menepuk tepuk punggungku, “Tenanglah, aku ada disisimu”.
Aku menarik nafas perlahan, kemudian terasa mengantuk lagi.

Keesokan hari, aku bangun lebih pagi dari Daniel.
Pelayan membuatkan aku teh, aku duduk diteras rumah menghirup udara pagi yang segar.
Tiba-tiba saja seorang pelayan tidak sengaja memecahkan vas, jarinya terluka ketika mengambil pecahan vas.
Darahnya menetes.
Aku memandang pucat kearah pelayan itu, dengan cepat pelayan lain dan kepala pelayan membantunya membersihkan pecahan kaca.
Nafasku terasa berat, Daniel membalikkan badanku kemudian memelukku.
“Phobia mu masih belum hilang!” ucapnya.
Aku mengedip-kedipkan mataku, berusaha untuk bernafas secara normal.
“Itu sebabnya kamu putus denganku kan?” Tanya Daniel.
Aku menatap kearahnya.

Dua tahun lalu, aku duduk dibangku ruang tunggu, menunggu Daniel. Kami akan menonton film terbaru dibioskop hari ini, aku sudah membeli tiketnya.
Sesekali aku memandang diriku dipilar bangunan yang terbuat dari kaca.
Daniel menelponku dia ada meeting sebentar sehingga akan terlambat.
Sudah jam sembilan malam, bioskop pun mulai sepi. Aku membuang tiket yang aku beli kedalam tempat sampah dengan sebal aku meninggalkan gedung bioskop.
Tiba-tiba saja phonecell ku berbunyi, Peter sepupu Daniel menelponku.
Aku berlari mencegat taksi, ketika aku sampai dirumah sakit aku melihat Daniel yang terbaring lemas diatas kereta dorong rumah sakit dia dibawa perawat dan dokter keruang ICU.
Seluruh tubuhnya berlumuran darah, Peter menjelaskan Daniel ditabrak oleh truk saat akan menemuiku.
Aku terduduk lemas, dilantai rumah sakit masih terlihat tetesan darah Daniel, nafasku terasa berat dan sesak teringat peristiwa itu.
“June kamu ga apa?” Tanya Peter cemas, aku berlari keluar dari rumah sakit. Ini sebabnya aku benci kerumah sakit, sejak kejadian itu aku tidak bisa melihat darah orang lain walau hanya setetes saja.
Tiga hari Daniel baru sadarkan diri, dia tersenyum padaku, meminta maaf karena tidak bisa menepati janji.
“Bodoh!!!” bentakku, aku menangis lega setidaknya dia masih hidup.
Aku memutuskan untuk pergi darinya karena tidak ingin membahayakan dirinya lagi.

“Kepala Pelayan Choi… tolong bersihkan tetesan darah itu” ucap Daniel.
Aku mendorong tubuh Daniel perlahan, dia melepaskan pelukannya.
“Aku kecelakaan bukan karena salahmu, aku masih hidup itu baru berkat dirimu” ucap Daniel.
“Sudah lama aku ingin bilang ini padamu, tapi kamu selalu menghindar dan menjauhiku” lanjut Daniel.
Aku meremas tanganku, “Kamu kecelakaan saat ingin menemuiku” kataku.
Daniel menggeleng, “Ban belakang truk itu pecah, sehingga truk hilang kendali dan menabrak mobilku yang berhenti karena lampu merah, itu bukan karena aku terburu-buru ingin bertemu denganmu”.
“Tapi aku ini pembawa sial” bantahku.
“Hentikan June!” bentak Daniel.
“Kematian keluargamu atau kecelakaanku itu bukan salahmu, jika kamu tidak ada entah aku sudah dikubur dalam tanah, jika kamu tidak ada siapa yang akan meneruskan perusahaan ayahmu? Dan berapa keluarga yang akan kehilangan pekerjaan mereka?” Daniel memegang kedua pundakku.
 “Tapi kenapa hanya aku yang hidup?” tanyaku, kepalaku dipenuhi oleh ingatan saat kejadian itu.
“Kamu semangatku untuk kembali hidup dalam koma itu, berkali-kali aku mendengarmu memanggil namaku hingga aku tersadar” ucap Daniel.
“Tapi ayah dan Ibu, juga Shin….”.
“Kamu tidak ingat kenapa kamu bisa sampai dilemari itu?” Tanya Daniel.
Aku berusaha keras mengingatnya.
Lima orang menembak satpam saat aku dan keluargaku sedang merayakan kelulusan Shin, dia berhasil lulus SMP dengan nilai terbaik disekolahnya.
Aku mendekap bonekaku, seperti gerakan slow motion ketika para penjahat itu menerobos masuk kedalam rumah, ayah menyuruh Shin membawaku pergi.
Shin menarikku, kami menaiki kamar dan masuk kedalam kamarku, Shin mengunci pintu kamar.
“Kamu harus tetap hidup June, jadilah anak yang pintar dan membanggakan, aku, ayah dan ibu berharap padamu” ucap Shin sebelum memasukkanku kedalam lemari.
Aku terduduk dan menangis, “Shiiiin!!!, Kakak…” jeritku.
Mereka berusaha melindungiku, bahkan Shin mati didepan kamarku karena berusaha menghalangi penjahat masuk kedalam kamarku.

Angin musim panas berhembus hangat.
Aku membuka pintu rumah, semua tampak bersih dan rapi, seperti tidak terlihat lima belas tahun lalu ada pembantaian keji didalam rumah ini.
Seluruh pelayan yang sibuk membersihkan rumah terhenti ketika melihatku.
Daniel menggandeng tanganku, berusaha menguatkan aku.
Alice, sepupu dan juga sekertarisku berlari menuruni tangga menghampiriku.
Paman dan bibi juga keluar dari ruang keluarga untuk menyambutku.
Rumah ini sempat ingin aku jual karena kenangan pahit itu, tapi paman menolaknya karena rumah ini adalah kenangan dan jerih payah yang ayah dan ibuku bangun.
Alice memelukku, “June… selamat datang dirumah”.
Aku ingat ketika aku pulang dari taman kanak-kanak, Shin selalu memelukku seperti ini.
Bibi tersenyum sambil menangis, “Aku masakkan sesuatu, kenapa kalian tidak bilang bila akan datang. Aku akan kedapur!” ucap Bibi sama seperti Ibu yang selalu bingung harus memasak apa untuk anak-anaknya.
Paman menghampiriku, “June ayo masuk!” suruh nya sambil tersenyum.
Aku menatap foto keluargaku yang masih tergantung ditempat yang sama, foto dimana kami berempat tersenyum.
“Aku merindukan rumah ini” bisikku sambil terisak.
Daniel tersenyum pada Paman.

Didalam kamarku aku membuka diary ku, membaca setiap kenangan yang aku tulis semasa kecilku.
Daniel memelukku dari belakang.
“Thanks” kataku, aku sungguh berterimakasih padanya. Tidak mungkin aku bisa sekuat ini untuk masuk kedalam rumah jika bukan karena dia.
Daniel membalik badanku, “Aku butuh lebih dari sekedar ucapan” dia menggodaku.
Aku berjinjit, mengecup bibirnya “Apa ini cukup?” tanyaku.
Daniel menaikkan alisnya, kemudian tersenyum licik, dia mengangkatku keatas tempat tidurku.
Aku memeluk tubuh Daniel, dia menatap wajahku.
“Pernikahan ini bukan hanya sekedar bisnis bagiku June, karena aku sangat mencintaimu” bisiknya, kemudian mengecup bibirku.
“Aku berusaha melupakanmu dengan mengencani puluhan wanita, tapi mereka tidak ada yang sebanding denganmu” Daniel memeluk erat tubuhku.
Aku tersenyum, “Aku mencintaimu Daniel” kataku .

Didalam mimpiku, aku menggendong seorang bayi yang cantik. Shin menepuk pundakku kemudian mengambil bayi itu dari gendonganku, ayah dan ibu tertawa ketia si bayi tertawa menggemaskan. Daniel menggenggam tanganku, dia mengecupku.
Aku terbangun, itu benar-benar mimpi yang indah. Aku menatap Daniel yang tertidur pulas disebelahku. Tamat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar