Aku bersembunyi didalam lemari pakaian, menahan nafasku,
memeluk boneka beruang yang diberikan ibu padaku. Teriakan demi teriakan
terdengar ditelingaku, suara letusan disertai jeritan ibu pun terdengar
ditelingaku.
Suara sinere terdengar nyaring, tiba-tiba suasana menjadi
sepi. Aku keluar dari lemari, mengenakan baju tidur putih berendaku, menyeret
bonekaku menuju keluar kamar. Kamarku sangat berantakan, kakiku tersandung
sesuatu, cairan kental dan lengket terasa ditelapak kakiku.
Aku melihat Shin, kakak ku dia tergeletak didepan pintu
kamarku. Matanya terpejam, perutnya mengeluarkan darah “Kakak!” Panggilku
sambil menggerakkan tubuhnya, tangan Shin sudah kaku. Dengan gugup aku kembali
berjalan, dinding rumah penuh dengan bercak darah, aku berjalan kelantai bawah.
Ayah tergeletak ditangga, lehernya mengeluarkan darah,
tubuhnya pun penuh dengan luka tusukan, aku menutup mataku. Kaki kecilku
berlari kearah ibu, Ibu mengerjap-kerjapkan matanya.
“Ma…” panggilku sambil memegang pipinya, ibu tersenyum padaku
yang kemudian menghembuskan nafasnya.
Sinar dari senter polisi menyilaukan mataku, aku menatap
kosong kearah mereka.
Pembantaian terjadi dirumahku, semua orang dirumah mati dalam
waktu kurang dari satu jam, ayah, ibu, kakak, pembantu sampai satpam yang
menjaga keamanan rumah, semua pergi, yang tersisa adalah aku.
Lima belas tahun kemudian, aku menyaksikan scene adegan ciuman
yang dilakukan oleh pemeran utama film yang aku sponsori.
“Bukan kah itu kurang?” tanyaku pada produser dan sutradara.
Produser menoleh padaku, “Apanya yang kurang?” Tanya nya
balik.
“Siperempuan, bibirnya tidak membalas si laki-laki, padahal
dia ikut memejamkan mata, dan di scene ini harusnya mereka saling berciuman”
jawabku.
Sutradara melihat rekaman ulang dan meneriakkan “CUT!!!”.
Aku melangkah kearah studio, mendorong pelan si aktris dan
berhadapan langsung dengan si actor.
“Ini bukan ciuman pertama kalian kan?” tanyaku pada dua orang
itu.
Kedua orang itu mengangguk.
Aku meletakkan tangan kiri actor dipinggangku dan tangan
kanannya di leherku, aku memiringkan wajah seolah ingin menciumnya.
“Harusnya kau bergaya seperti ini, bila ingin terlihat baik”
kataku pada si actor.
“Bravo!” kata sutradara, “Itu lebih terlihat bagus”.
Aku melepaskan diri dan memandang si aktris, “kamu hanya perlu
membalas dengan kecupan kecil saja”.
Aku melangkah keluar studio dan melihat lagi pengambilan
gambar, mereka melakukan apa yang aku suruh dan hasilnya cukup natural dan
seksi.
“Nice” kataku pada Produser yang tersenyum sambil menyuruh
kameraman menzoom adegan itu.
Di restoran kami berkumpul, aku menyesap wine yang berlabel
tahun 1986, cukup manis dan sedikit beralkohol.
“Jaman sekarang orang akan mencari kiss scene atau bed scene
dalam keyword dunia maya mereka” ucap Produser.
Pria tua itu banyak omongnya, aku menatap kearah Pria yang
baru saja datang, dia diikuti oleh lima bodyguardnya.
Pria itu duduk makan seorang diri, lima bodyguardnya ikut
duduk tidak jauh dari mejanya.
“Anda sendiri tuan?” Tanya seorang wanita cantik, memakai baju
ketat berwarna merah dengan rok mini dan sepatu stiletto.
Seorang bodyguard mengusir gadis itu.
“Mrs. June” panggil produser, aku menoleh kearahnya.
“Apa besok anda datang lagi?” Tanya Produser.
Aku menggeleng, “Besok aku ada meeting dikantor” jawabku
enggan.
Aku berdiri, lima orang bodyguard ku langsung mendekat
kearahku.
“Aku permisi dulu, masih banyak hal yang harus aku kerjakan”
pamitku pada Produser dan Sutradara.
Kedua pria itu mengangguk sambil tersenyum.
Aku berjalan melewati pria yang dari tadi aku perhatikan,
tiba-tiba tangan pria itu memegang pergelangan tanganku, seorang bodyguardku
langsung maju begitu juga dengan bodyguardnya.
Keduanya seperti hendak membanting satu sama lain, “Nona…”
ucap seorang bodyguardku.
Aku menaikkan tangan kiriku mengisyaratkan tidak apa-apa.
“Kamu bahkan tidak menyapaku… Song June!” Pria itu menoleh
kearahku.
Aku menepiskan tangannya, “Bukankah kita tidak saling mengenal
sekarang” kataku.
Perhatian seluruh restoran tertuju pada kami.
Dia Kim Daniel, cucu dari menteri pertahanan, anak dari
bangsawan kaya raya dan dia pernah menjadi pacarku selama tiga bulan sebelum
akhirnya, aku pergi meninggalkannya.
Daniel tersenyum, wajah tampannya menatapku penuh arti. Tapi
aku sudah tidak mau berurusan lagi dengannya.
Manager restoran mendekat kearah kami, “Apa kalian ingin
tempat yang lebih privasi?” Tanya manager restoran sopan.
Aku menoleh kearahnya, “Tidak, aku akan pergi” kataku sambil
melanjutkan langkahku.
Keesokan harinya, rapat jajaran direksi dimulai. Saham
terbesar masih ada ditanganku, aku tidak akan melepaskan perusahaan yang ayahku
bangun begitu saja, kenangan pembantaian itu seakan menjadi api dalam diriku.
“Direktur June, untuk bidang Retail kita mengalami peningkatan
sebesar 70% pada awal bulan ini” lapor Manager Alex dari perusahaan Retail.
Aku membaca laporan tiap perusahaan, “Untuk bidang migas,
kenapa penurunannya begitu signifikan?” tanyaku.
Peter membuka laporannya, “Karena kita ada pesaing baru”
jawabnya.
“Itu bukan alasan Manager Peter, semua usaha pasti memiliki
saingan!” kataku tegas.
“Mobile Oil yang tadinya hanya beroperasi di wilayah timur
tengah, eropa dan amerika sekarang sudah memasuki pasar asia” jelas Peter.
Aku menggertakkan gigi, Kim Daniel…
“Kau sudah bertemu Daniel?” Tanya Peter, dia sepupu dari si
playboy itu.
Tiba-tiba saja Daniel masuk kedalam ruang rapat, aku menatap
tajam matanya.
“Bisa tinggalkan kami berdua!” ucap Daniel dingin.
Semua direksi menatap kearahku, “Rapat selesai” kataku.
Semua anggota Direksi keluar dari ruang rapat hanya tersisa
kami berdua.
Daniel melemparkan sebuah dokumen keatas mejaku, itu tentang
perjanjian kontrak kerja tambang emas.
“Kamu merebut asetku?!” desisnya.
Aku tersenyum, “Bukankah bisnis seperti itu?” kataku,
mengingat laporan Migas ku pada bulan ini merosot tajam karena perusahaannya.
Ditengah pertengkaran kami, Tuan Kim, dia adalah ayah dari
Daniel dan Pamanku masuk kedalam ruangan.
“Hentikan pertengkaran kalian!” teriak mereka berdua.
Aku menatap paman, dia memberikan laporan padaku.
Hole Inc. mereka mencoba merajai pasar asia.
“Kau tidak tahu hal ini akan terjadi bukan?” Tanya Tuan Kim
pada Daniel.
Aku membaca tiap lembar laporan yang diberikan paman padaku,
Hole Inc. dari perusahaan telekomunikasi mereka merambah bidang migas, retail
dan sebagainya.
“Jika ini dibiarkan maka bisnis dua perusahaan kita bisa
tergusur, kau tahu berapa nilai investasi Hole Inc.?” kata Paman.
Aku menaruh laporan diatas meja dengan lemas, apa ini akhir
perusahaan Ayah?. Rivalisasi dengan perusahaan Eropa sangatlah susah.
“Ada solusi untuk ini semua” ucap Tuan Kim meyakinkan, kali
ini dia menatapku.
Aku dan Daniel saling berpandangan kemudian menatap Tuan Kim
secara bersamaan.
“Apa?” tanyaku.
Paman meletakkan sebuah undangan pernikahan diatas mejaku
dengan inisial SJ&KD, aku melihat nama mempelainya.
“Pernikahan kalian!” jawab Tuan Kim.
Aku langsung mendongak menatap dua pria tua dihadapanku.
“Ayah!” tegur Daniel.
Aku masih diam berusaha membaca situasi.
“Kalau kalian berdua menikah, perusahaan akan bergabung dan
nilai investasi akan lebih besar dua kali lipat dari milik Hole Inc., dengan begitu
perusahaan itu akan pergi dari pasar asia, atau dia bukan apa-apa lagi!” bentak
Tuan Kim pada anaknya.
Daniel menatap kearahku.
“Aku… tidak apa-apa kalau harus menikah” ucapku dingin, aku
harus berpikir masak-masak jika ingin mempertahankan perusahaan ayah.
Paman tersenyum padaku, dua pria itu menoleh kearah Daniel.
“Apa aku punya keputusan untuk menolak?” Tanya Daniel pada
Paman dan Tuan Kim.
Begitulah akhirnya, aku berada diatas pelaminan, menyalami
satu persatu tamu yang memberi ucapan selamat pada kami.
Gaun putihku, tiara serta perhiasan yang aku pakai membuat iri
semua orang. Mereka menyatakan ini adalah pernikahan terbaik abad ini.
“Cium…cium…cium!!!” teriak para undangan pada kami berdua.
Daniel memeluk punggangku kemudian memegang lembut leherku,
dia menciumku dengan mesra, aku membalas ciumannya. Semua undangan bersorak
senang hingga kami melepaskan bibir satu sama lain.
“Aktingmu bagus juga!” puji Daniel.
Aku tersenyum tipis, “Thanks”.
Bukankah dia yang mengajariku untuk pintar berakting dihadapan
orang lain.
Beberapa temen SMA ku datang, “June… selamat!, wow dia HOT
sekali!!!” bisik Erika sambil bermain mata dengan Daniel.
Daniel berdeham, dia meraih pinggangku hingga kami berdekatan,
“Siapa dia?” Tanya Daniel berbisik.
Aku menoleh kearahnya, menatap bertanya.
“Aku tidak suka wanita genit” ucapnya.
Aku tertawa, “Bukan kamu sekali!”.
Aku tahu ada puluhan wanita yang telah dia pacari setelah
putus denganku.
Erika tersenyum genit kepada Daniel, Daniel hanya tersenyum
tipis sambil memeluk pinggangku.
Akhir dari pesta pernikahan, kaki ku pegal sekali selama tiga
jam berdiri, aku berjalan menuju kamar hotel yang telah disiapkan, betapa
terkejutnya aku, kamar itu dihias oleh aneka mawar kesukaanku.
“Pelayanan hotel memang istimewa!” ucap Daniel sambil
menerobos masuk.
Aku melihatnya membuang kelopak mawar merah berbentuk hati
dari atas tempat tidur kemudian merebahkan diri diatasnya.
Aku menghela nafas, aku tidak bisa menuntutnya untuk romantic.
Dia pasti berpikir ini hanya pernikahan bisnis.
Lagipula sudah tidak ada cinta diantara kami berdua.
Tubuhku terasa sangat lelah, aku memutuskan untuk mandi kemudian
tidur disofa. Daniel sudah tertidur pulas.
Keesokan harinya, aku terbangun karena silau sinar matahari
yang menembus tirai, melihat Daniel masih tertidur aku berendam di bathup, busa
dari sabun aroma melati menenangkanku, disertai wangi dari lilin aroma terapi
membuat suasana menjadi lebih rileks.
Seusai berendam badanku terasa begitu ringan, aku keluar dari
kamar mandi, melihat Daniel yang masih tertidur pulas, aku mengenakan baju ganti yang disiapkan pelayan, kaos polo
dan hotpants yang pantas untuk golf, aku mengambil tas kemudian meninggalkan
Daniel yang tidur.
Ini hari cuti menikahku, semua akan heran bila aku masuk
kantor. Aku memutuskan untuk bermain golf, menghilangkan stress disalah satu
hotel dan resort terbaikku ini.
Aku mengendarai mobil kedy mengelilingi hamparan rumput hijau
menuju sebuah kolam ditengah padang rumput golf. Ayahku yang merancang konsep
hotel dan resort ini, kolam bernuansai oase padang pasir, aku duduk memeluk
lututku.
Menatap diriku dipantulan air kolam, “Sebenarnya apa tujuan
hidupku?” tanyaku pada banyanganku.
Ponselku berbunyi, ada nomor asing menelponku.
“Hallo” kataku.
“Brengsek, dimana kamu?” bentak Daniel dengan nada cemas.
Aku memutus telpon, kembali menerung dan melihat pantulan
diriku diair.
Bodyguardku langsung menghampiri begitu aku masuk dalam hotel,
pandangan seisi lobby tertuju padaku.
“Siapa dia?, anak mafia kah?” bisik sekumpulan ibu-ibu.
Suasana bertambah hening ketika Daniel datang bersama anak
buahnya, “Darimana?” Tanya Daniel.
“Olahraga, disana tidak ada sinyal. Maaf!” kataku berbohong sambil
tersenyum.
“Mereka ada di restoran, ganti bajumu lalu susul aku” Daniel
memandangku sekilas, kemudian pergi menuju restoran hotel.
Ada rapat dewan komisaris perusahaan, karena dua perusahaan
besar bergabung ini pasti menjadi berita yang menghebohkan.
Aku mengganti bajuku dengan setelan formal yang sudah
disediakan penata rias dikamarku, dia bahkan mendadaniku bak model terkenal,
dan Binggo!!!. Aku disulap seperti seorang puteri angsa memakai pakaian serba
putih.
Begitu aku keluar dari lift semua orang terlihat
memperhatikanku, hingga aku duduk disebelah Daniel, dia mengecup pipiku
berakting seolah kami adalah pasangan yang romantic.
“Merger ini baik untuk kedua perusahaan, lihat saja harga
saham setelah digabung naik dengan pesat” ucap Tuan Kim sambil tertawa senang,
semua rencana yang dia susun berjalan sempurna.
“Kita sudah tidak perlu takut dengan adanya Hole Inc.” Tuan
Kim menyuruh asistennya memberikan dokumen proposal pada kami.
Aku membaca proposal yang menjanjikan, aku tidak perlu takut
perusahaan ayah jatuh bangkrut.
“Tidak ada perubahan jajaran manager dalam tiap perusahaan,
hanya saja pada kepemimpinannya biar para dewan direksi utama yang memilih”
ucap Paman sambil tersenyum padaku.
Seluruh dewan direksi terlihat senang, karena perusahaan
terselamatkan.
“Tersenyumlah” bisik Daniel, ketika kami mengantarkan para
dewan direksi seusai rapat.
Aku menyunggingkan senyumku, ketika itu seorang wanita cantik,
dia top model sekaligus aktris terkenal Lee Sora, wanita itu berjalan cepat
kearah aku dan Daniel.
Dia memandang Daniel kemudian menamparku, terkejut dengan
keadaan aku hanya bisa merasakan panas dipipiku, seluruh bodyguard ku mendekat
lalu mengamankan wanita gila itu.
Beruntung diruangan hanya ada aku dan Daniel.
“Kau perebut kekasih orang!” teriak Lee Sora.
Aku menoleh kearah Daniel yang menatap marah kearah Sora, “Apa
aku mengenalmu?” Tanya Daniel dingin.
Sora berteriak, “Kim Daniel, kau lupa siapa yang pertama kali aku
tiduri?”.
Aku menutup mulutku menahan keterkejutanku, tertawa sinis
mendengar ucapan Sora.
“Seharusnya kamu bereskan dia dulu sebelum menikah denganku”
ucapku yang kemudian meninggalkan ruangan.
Daniel meraih tanganku dengan cepat aku menepisnya, aku
memanggil bodyguardku.
Seharian ini aku sibuk melihat proyek pembangunan pabrik baru,
berkali-kali Daniel menelponku, aku mereject panggilannya.
“June, ini sketsa bangunannya” Alice sepupu dan juga
asistenku, memberikan cetak biru sketsa bangunan pabrik.
“Di sekitar sini akan dibuat taman kan?, aku tidak suka bila
tidak ada pohon didalam area pabrik” kataku.
Sang arsitek menjelaskan sketsa, aku mendengarkannya dengan
baik dan teliti.
Tiba-tiba saja seorang pekerja terjatuh, wajahnya terlihat
pucat.
Aku menyuruh bodyguardku untuk memeriksa keadaan pria itu,
“Dia belum makan dari pagi” lapor bodyguardku.
“Apa tidak diberi makan?” tanyaku pada supervisor proyek.
Supervisor itu mengatakan sudah memberi jatah makan, hanya
saja ada beberapa pekerja yang terlambat sehingga tidak sempat untuk sarapan.
Aku menyuruh Alice memesan makanan paling enak dari cattering
terkenal, “Aku akan ikut makan juga disini” kataku.
Sore itu aku makan bersama para pekerja dan mendengarkan kisah
mereka, ada yang seorang ayah dan memiliki anak dua, anak pertamanya sangat
pintar sehingga mendapat beasiswa hingga keperguruan tinggi, dia berterimakasih
padaku karena memberinya bayaran yang lumayan tinggi sehingga bisa membiayai
keluarganya dengan baik.
Ada juga seorang pekerja yang merawat neneknya, rata-rata dari
mereka memiliki kisah sendiri dengan keluarga mereka.
Aku sangat menikmati suasana seperti ini, aku jadi punya ide
untuk membangun yayasan pendidikan dan kesehatan bagi para pekerja dan orang
yang kurang mampu.
Daniel datang bersama anak buahnya.
“Disini kamu rupanya” ucapnya.
Aku menoleh kearahnya sambil tersenyum, dari mana dia tahu aku
disini?.
Para pekerja tersenyum melihat kami berdua, “Kalian begitu serasi,
kami seperti melihat lukisan hidup. Kamu beruntung mendapatkan istri seperti
dia, kami harap kalian cepat mendapatkan anak” puji seorang pekerja.
“Terimakasih” ucap Daniel sambil tersenyum.
Para pekerja kembali ke pos mereka masing-masing setelah cukup
beristirahat, aku berjalan berdua Daniel. Bodyguard dan sekertaris kami
mengikuti dari belakang.
“Kapan proyek ini selesai?” Tanya Daniel.
“Lima bulan lagi sudah bisa beroperasi” jawabku.
Daniel menolehku, “Sora… dia tidak ada hubungannya denganku”.
“Aku tidak ingin tahu masalah pribadimu, bukan kah ini hanya
pernikahan bisnis saja” sahutku.
Daniel menghela nafasnya, mungkin dia lega.
Aku masuk kedalam rumah Daniel, beberapa pelayan berdiri
menyambut kami.
“Dimana aku akan tidur?” tanyaku pada pelayan yang terlihat
bingung.
“Tentu saja dikamarku” jawab Daniel ringan.
Aku berjalan mengikuti pelayan yang membawa tasku, kami menuju
kamar Daniel yang luasnya hampir seperti lapangan bola.
“Ini kamar?” gumamku.
“Apa kamarmu tidak sebesar ini?” Tanya Daniel pamer.
“Aku tinggal diapartemen” jawabku.
“Aku dengar rumah peninggalan orang tuamu sangat besar” goda
Daniel.
Aku jadi mengingat peristiwa lima belas tahun lalu, sehabis
kejadian itu, aku tidak pernah menginjakkan kakiku kerumah berdarah itu.
“June!” panggil Daniel sambil membangunkan aku.
Aku bermimpi lagi, memimpikan pembunuhan itu. Padahal sudah lima
tahun ini aku tidak pernah bermimpi tentang kejadian itu.
Keringatku bercucuran, aku memeluk erat Daniel.
“Tolong aku…” ucapku bingung sekaligus ketakutan.
Daniel menepuk tepuk punggungku, “Tenanglah, aku ada
disisimu”.
Aku menarik nafas perlahan, kemudian terasa mengantuk lagi.
Keesokan hari, aku bangun lebih pagi dari Daniel.
Pelayan membuatkan aku teh, aku duduk diteras rumah menghirup
udara pagi yang segar.
Tiba-tiba saja seorang pelayan tidak sengaja memecahkan vas,
jarinya terluka ketika mengambil pecahan vas.
Darahnya menetes.
Aku memandang pucat kearah pelayan itu, dengan cepat pelayan
lain dan kepala pelayan membantunya membersihkan pecahan kaca.
Nafasku terasa berat, Daniel membalikkan badanku kemudian
memelukku.
“Phobia mu masih belum hilang!” ucapnya.
Aku mengedip-kedipkan mataku, berusaha untuk bernafas secara
normal.
“Itu sebabnya kamu putus denganku kan?” Tanya Daniel.
Aku menatap kearahnya.
Dua tahun lalu, aku duduk dibangku ruang tunggu, menunggu
Daniel. Kami akan menonton film terbaru dibioskop hari ini, aku sudah membeli
tiketnya.
Sesekali aku memandang diriku dipilar bangunan yang terbuat
dari kaca.
Daniel menelponku dia ada meeting sebentar sehingga akan
terlambat.
Sudah jam sembilan malam, bioskop pun mulai sepi. Aku membuang
tiket yang aku beli kedalam tempat sampah dengan sebal aku meninggalkan gedung
bioskop.
Tiba-tiba saja phonecell ku berbunyi, Peter sepupu Daniel
menelponku.
Aku berlari mencegat taksi, ketika aku sampai dirumah sakit
aku melihat Daniel yang terbaring lemas diatas kereta dorong rumah sakit dia
dibawa perawat dan dokter keruang ICU.
Seluruh tubuhnya berlumuran darah, Peter menjelaskan Daniel
ditabrak oleh truk saat akan menemuiku.
Aku terduduk lemas, dilantai rumah sakit masih terlihat
tetesan darah Daniel, nafasku terasa berat dan sesak teringat peristiwa itu.
“June kamu ga apa?” Tanya Peter cemas, aku berlari keluar dari
rumah sakit. Ini sebabnya aku benci kerumah sakit, sejak kejadian itu aku tidak
bisa melihat darah orang lain walau hanya setetes saja.
Tiga hari Daniel baru sadarkan diri, dia tersenyum padaku,
meminta maaf karena tidak bisa menepati janji.
“Bodoh!!!” bentakku, aku menangis lega setidaknya dia masih
hidup.
Aku memutuskan untuk pergi darinya karena tidak ingin
membahayakan dirinya lagi.
“Kepala Pelayan Choi… tolong bersihkan tetesan darah itu” ucap
Daniel.
Aku mendorong tubuh Daniel perlahan, dia melepaskan
pelukannya.
“Aku kecelakaan bukan karena salahmu, aku masih hidup itu baru
berkat dirimu” ucap Daniel.
“Sudah lama aku ingin bilang ini padamu, tapi kamu selalu
menghindar dan menjauhiku” lanjut Daniel.
Aku meremas tanganku, “Kamu kecelakaan saat ingin menemuiku”
kataku.
Daniel menggeleng, “Ban belakang truk itu pecah, sehingga truk
hilang kendali dan menabrak mobilku yang berhenti karena lampu merah, itu bukan
karena aku terburu-buru ingin bertemu denganmu”.
“Tapi aku ini pembawa sial” bantahku.
“Hentikan June!” bentak Daniel.
“Kematian keluargamu atau kecelakaanku itu bukan salahmu, jika
kamu tidak ada entah aku sudah dikubur dalam tanah, jika kamu tidak ada siapa
yang akan meneruskan perusahaan ayahmu? Dan berapa keluarga yang akan
kehilangan pekerjaan mereka?” Daniel memegang kedua pundakku.
“Tapi kenapa hanya aku
yang hidup?” tanyaku, kepalaku dipenuhi oleh ingatan saat kejadian itu.
“Kamu semangatku untuk kembali hidup dalam koma itu,
berkali-kali aku mendengarmu memanggil namaku hingga aku tersadar” ucap Daniel.
“Tapi ayah dan Ibu, juga Shin….”.
“Kamu tidak ingat kenapa kamu bisa sampai dilemari itu?” Tanya
Daniel.
Aku berusaha keras mengingatnya.
Lima orang menembak satpam saat aku dan keluargaku sedang
merayakan kelulusan Shin, dia berhasil lulus SMP dengan nilai terbaik
disekolahnya.
Aku mendekap bonekaku, seperti gerakan slow motion ketika para
penjahat itu menerobos masuk kedalam rumah, ayah menyuruh Shin membawaku pergi.
Shin menarikku, kami menaiki kamar dan masuk kedalam kamarku,
Shin mengunci pintu kamar.
“Kamu harus tetap hidup June, jadilah anak yang pintar dan
membanggakan, aku, ayah dan ibu berharap padamu” ucap Shin sebelum memasukkanku
kedalam lemari.
Aku terduduk dan menangis, “Shiiiin!!!, Kakak…” jeritku.
Mereka berusaha melindungiku, bahkan Shin mati didepan kamarku
karena berusaha menghalangi penjahat masuk kedalam kamarku.
Angin musim panas berhembus hangat.
Aku membuka pintu rumah, semua tampak bersih dan rapi, seperti
tidak terlihat lima belas tahun lalu ada pembantaian keji didalam rumah ini.
Seluruh pelayan yang sibuk membersihkan rumah terhenti ketika
melihatku.
Daniel menggandeng tanganku, berusaha menguatkan aku.
Alice, sepupu dan juga sekertarisku berlari menuruni tangga
menghampiriku.
Paman dan bibi juga keluar dari ruang keluarga untuk
menyambutku.
Rumah ini sempat ingin aku jual karena kenangan pahit itu,
tapi paman menolaknya karena rumah ini adalah kenangan dan jerih payah yang
ayah dan ibuku bangun.
Alice memelukku, “June… selamat datang dirumah”.
Aku ingat ketika aku pulang dari taman kanak-kanak, Shin
selalu memelukku seperti ini.
Bibi tersenyum sambil menangis, “Aku masakkan sesuatu, kenapa
kalian tidak bilang bila akan datang. Aku akan kedapur!” ucap Bibi sama seperti
Ibu yang selalu bingung harus memasak apa untuk anak-anaknya.
Paman menghampiriku, “June ayo masuk!” suruh nya sambil
tersenyum.
Aku menatap foto keluargaku yang masih tergantung ditempat
yang sama, foto dimana kami berempat tersenyum.
“Aku merindukan rumah ini” bisikku sambil terisak.
Daniel tersenyum pada Paman.
Didalam kamarku aku membuka diary ku, membaca setiap kenangan
yang aku tulis semasa kecilku.
Daniel memelukku dari belakang.
“Thanks” kataku, aku sungguh berterimakasih padanya. Tidak
mungkin aku bisa sekuat ini untuk masuk kedalam rumah jika bukan karena dia.
Daniel membalik badanku, “Aku butuh lebih dari sekedar ucapan”
dia menggodaku.
Aku berjinjit, mengecup bibirnya “Apa ini cukup?” tanyaku.
Daniel menaikkan alisnya, kemudian tersenyum licik, dia
mengangkatku keatas tempat tidurku.
Aku memeluk tubuh Daniel, dia menatap wajahku.
“Pernikahan ini bukan hanya sekedar bisnis bagiku June, karena
aku sangat mencintaimu” bisiknya, kemudian mengecup bibirku.
“Aku berusaha melupakanmu dengan mengencani puluhan wanita,
tapi mereka tidak ada yang sebanding denganmu” Daniel memeluk erat tubuhku.
Aku tersenyum, “Aku mencintaimu Daniel” kataku .
Didalam mimpiku, aku menggendong seorang bayi yang cantik.
Shin menepuk pundakku kemudian mengambil bayi itu dari gendonganku, ayah dan
ibu tertawa ketia si bayi tertawa menggemaskan. Daniel menggenggam tanganku,
dia mengecupku.
Aku terbangun, itu benar-benar mimpi yang indah. Aku menatap
Daniel yang tertidur pulas disebelahku. Tamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar